Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Kebenaran Lebih Berhak Untuk Dilaksanakan

Kamis, 29 September 2011

Orang Yang Paling Kaya

Puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, serta sholawat dan salam kita ucapkan kepada rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Assalamu’alaikum warohmatullahi waarkatuh.

‘Orang yang paling kaya’. Siapakah dia ? Bill Geits-kah, Hosni Mubarak atau Syekh Mansur…? Ooh mungkin David Beckham. Mengapa sih jawaban dari pertanyaan ini selalu berkutat pada artis, enterpreuner, atau atlet internasional..? jawabannya, karena ukuran kekayaan di benak kebanyakan orang adalah ‘materi’. Padahal jika ditinjau dari kaca mata syari’at Islam, kitapun berpeluang untuk menjadi orang yang paling kaya.
Lho, ko bisa..? ya bisa, karena Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pernah bersabda : “Kaya itu bukan diukur dari banyaknya harta,tapi kaya itu diukur dengan kaya hati.”(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Kita mengetahui manusia hanya mempunyai satu hati, namun yang dimaksud bukanlah kuantitas hati melainkan “qana’ah”. Qana’ah adalah merasa cukup atas apa yang diberikan Allah Ta’ala, berapapun itu. Kebanyakan orang melihat suatu hal pada orang lain, yaitu hanya dilihat dari luarnya saja. Namun lihat, Nabi kita shalallahu’alaihi wasallam meninjaunya dari segi yang kebanyakan orang lalai darinya. Pedagang yang merasa cukup atas nikmatnya Rp 20.000.00 per harinya adalah lebih kaya daripada konglomerat yang merasa kurang atas penghasilannya Rp 20.000.000.00 per harinya, ini bukan lah lelucon belaka, karena Beliau shalallahu’alaihi wasallam telah bersabda :
“Beruntunglah orang yang berislam dan dikaruniai rizqi yang cukup dan Allah jadikan dia orang yang qana’ah.” (HR. Imam Muslim)

Wahai saudara-saudariku yang berpendidikan, bukankah orang miskin adalah orang yang merasa kekurangan dan bukankah orang yang kaya itu adalah orang yang berkecukupan ? Gimana, bisa jadi orang kaya ?
“Barangsiapa diantara kalian yang melewati harinya dengan perasaan aman didalam rumahnya, tubuhnya sehat, dia memiliki makanan untuk hari itu. Orang yag memiliki tiga hal ini seakan-akan sudah memiliki dunia seluruhnya.” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh syaikh Al-Albani)
Inilah ukuran CUKUP menurut Nabi shalallahu’alaihi wasallam. Karena sejatinya, apakah nikmatnya memiliki uang banyak namun sakit-sakitan ? dan apakah terasa mantap jikalau uang banyak namun jadi buronan polisi ? menumpuk-nuuumpuk uang, beli kasur mewah tapi tidurnya di lapas? Tidak bermanfaatkan uangnya itu ?

Nah semoga bisa jadi santapan yang cukup bagi hati dan jasad kita semua. Berikut kami paparkan tentang kiat-kiat agar senantiasa qana’ah :
1.       Kita harus meyakini bahwa rizki itu ditangan Allah Ta’ala, bukan ditangan manusia yang lemah ini. Ulama dahulu berkata : “Siapakah diantara kita yang meminta kepada Allah ketika butuh sebelum meminta kepada manusia ?“
2.       Kita harus meyakini bahwasanya apa yang kita dapat telah tercatat sebelumnya oleh Allah di Lauh Mahfudz, tidak akan berkurang atau bertambah sedikitpun. Sebagaimana firman-Nya : “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi, melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan persembunyiannya. Semua(tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS-Hud : 6)

Setelah qana’ah tercapai, maka kita dapat menuai hasilnya yaitu antara lain :
1.       Tidak mudah tergiur dengan harta orang lain karena merasa cukup dengan apa yang ia miliki, hidupnya akan tentram sebagaimana karakter para sahabat radhiyallahu’anhum yang tertera dalam Al-baqarah ayat 273 : ”orang lain yang tidak tahu, mengira bahwasanya mereka(sahabat) adalah orang yang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta).”
2.       Qana’ah akan menempa jiwa seseorang untuk tidak mengadu tentang kesulitannya kecuali kepada Allah Ta’ala. Ingatkah kita tentang kisah nabi Ya’qub yang menangis sampai habis air matanya dan putih matanya sehingga beliau buta ketika ditinggal mati oleh orang-orang terdekatnya yaitu anaknya(Nabi Yusuf) dan Bunyamin. Akhirnya sanak saudaranya menegur : ”Kenapa engkau menangis sampai seperti itu ?”, beliau berkata : “Saya itu hanya mengadu kesusahan dan kepedihan hanya kepada Allah”, dan nabi Ya’kub sesungguhnya menangis karena mengadu kepada Allah, bukan kepada manusia sebagaimana terdapat pada surat Yusuf : 86.

Kalau begitu gak perlu dong berusaha, kan sudah diatur oleh-Nya ?
Hal itu tidaklah dibenarkan, yang dimaksud dengan qana’ah adalah kita harus berusaha (ikhtiar) semampunya dengan mengikuti rambu-rambu syari’at, adapun hasilnya, itulah saat dimana kita mengatur hati kita untuk qana’ah. Jadi qana’ah itu datang setelah adanya usaha yang maksimal dan sesuai rambu-rambu syari’at.
Wallahu a’lam bishshawwab.

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

                                                                                                                                Abdullah Zaen

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger