tag:blogger.com,1999:blog-83661013693459888242024-02-19T08:23:29.564-08:00'Ilmu-AmalIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-40021388188712064622011-10-01T06:13:00.000-07:002011-10-01T06:13:31.752-07:00Target Setan Dalam Menyesatkan ManusiaMateri Khutbah Iedul Fitri di Lapangan Mancasan, Gulon, Salam, Magelang<br />
<br />
Jumat Legi 1 Syawal 1431 H<br />
<br />
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنسْتعِينُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنعُوذ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيّئاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ..<br />
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون}<br />
{يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}<br />
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا}<br />
أما بعد…فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَديثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُورِ مُحْدَثاَتِهَا وَكُلَّ مُحْدَثــَةٍ بدْعَةٌ وَكُلَّ بدْعَةٍ ضَلاَلةٌ وَكُلَّ ضَلاَلةٍ فيِ النَّارِ.<br />
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد،<br />
<br />
Suatu hal yang patut kita patrikan ke dalam lubuk hati kita yang paling dalam bahwa sebaik-baik perkataan adalah apa yang dikatakan oleh Allah dan sebaik-baik petunjuk hidup, petunjuk dalam berislam dan beribadah kepada Allah adalah petunjuk yang telah digariskan oleh Rasulullah. Hal yang paling jelek dalam agama adalah ajaran agama yang baru. Itulah ajaran agama yang tidak dikenal oleh Rasulullah dan para shahabat. Segala hal yang dianggap sebagai ajaran Islam namun tidak dikenal oleh Nabi dan para shahabatnya baik berupa akidah atau keyakinan yang baru maupun ibadah atau tata cara ibadah yang baru, itulah yang disebut dengan bid’ah dalam agama. Segala bentuk bid’ah adalah jalan yang menyimpang dari jalan Allah yang lurus. Sedangkan semua jalan yang menyimpang dari jalan Allah yang lurus adalah jalan yang berbahaya karena jalan tersebut hanya akan mengantarkan pelakunya ke dalam panasnya api neraka.<br />
<br />
Kaum muslimin-rahimakumullahu-<br />
Memuncak terasa kegembiraan kita di pagi hari ini, suara takbir, tahlil, dan tahmid membahana di udara, mengisi relung-relung hati kita, bahkan mengiringi desah nafas dan degub jantung kita.<br />
<br />
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,<br />
Semenjak tenggelamnya matahari kemarin sore tiba sudah waktu buka kaum muslimin dari kewajiban menjalankan ibadah puasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa orang yang menjalankan puasa itu memiliki dua kebahagiaan. Yang pertama adalah saat waktu berbuka tiba. Sedangkan yang kedua sewaktu berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyaksikan manfaat dari puasa yang dilakukan. Namun perlu digarisbawahi bahwa kaum muslimin berbahagia pada saat buka bukanlah karena kita merasa merdeka dari belenggu puasa yang dianggap sangat menyiksa. Namun kita berbahagia dengan datangnya waktu buka karena kita bersyukur kepada Allah yang telah memberi kita kesempatan untuk menyelesaikan kewajiban berpuasa. Betapa banyak orang-orang di sekitar kita yang tidak peduli dengan kewajiban berpuasa dan tidak sedikit orang yang menjalankan ibadah puasa tidak bisa menyelesaikan hingga akhir Ramadhan dikarenakan ajal yang telah tiba.<br />
<br />
Ketika hari raya iedul fitri tiba, di samping kita merasa bahagia menyelinap di hati kita perasaan sedih dan duka. Dengan berakhirnya bulan Ramadhan berarti setan-setan jin yang semula terikat akan menghidup udara bebas untuk kembalikan melanjutkan perjuangan panjang mereka untuk menyesatkan manusia-manusia untuk menjadi kawan-kawan setan dalam siksa neraka.<br />
<br />
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ<br />
<br />
Yang artinya, “Iblis menjawab, “Demi kekuasaan-Mu aku akan menyesatkan mereka semuanya,kecuali hamba-Mu yang memurnikan ibadah hanya kepada-Mu di antara mereka” (QS Shad 82-83).<br />
<br />
Kaum muslimin yang berbahagia<br />
Oleh karena itu, kita berkewajiban untuk meningkatkan kewaspadaan. Hendaknya kita mengetahui trik-trik dan target setan dalam menyesatkan manusia. Dengan itu kita bisa membentengi diri kita dan melakukan berbagai tindakan preventif untuk menyelamatkan dari ranjau-ranjau setan.<br />
<br />
Ada enam target yang dipasang setan untuk menyesatkan manusia.<br />
<br />
Pertama adalah menjerumuskan manusia dalam kemusyrikan atau kekafiran. Setan mengajak manusia untuk menduakan Allah dalam ibadah. Orang yang terjebak ranjau setan ini tidak merasa cukup untuk beribadah hanya kepada Allah namun dia sisihkan sebagian waktunya untuk beribadah kepada selain Allah. Di satu waktu orang tersebut nampak demikian khusyuk beribadah, berdoa dan memohon kepada Allah. Di lain kesempatan, dia demikian khusyuk berdoa meminta-minta kepada wali yang sudah mati. Di satu waktu, dia menyembelih hewan dalam rangka taat kepada Allah semisal akikah ataupun kurban. Akan tetapi di waktu yang lain dia menyembelih ayam cemani atau kebo bule karena memenuhi permintaan jin ataupun dukun. Inilah yang disebut kemusyrikan alias menduakan Allah dalam ibadah. Inilah dosa yang tidak mungkin Allah ampuni bagi siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan belum bertobat darinya.<br />
<br />
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ<br />
<br />
Yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang levelnya dibawah dosa kemusyrikan, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS an Nisa:48).<br />
Ma’asyiral Muslimin-rahimakumullah-<br />
<br />
Jika target di atas sulit untuk dicapai maka setan akan memasang target di bawahnya yaitu menjerumuskan manusia dalam bid’ah dalam agama baik bid’ah akidah ataupun bid’ah ibadah. Dianggap ajaran Islam padahal bukan ajaran Islam itulah yang disebut dengan bid’ah. Dianggap sebagai akidah yang diajarkan oeh Islam padaha bukan, diyakini sebagai ibadah yang diajarkan oleh Islam padahan bukan. Inilah yang disebut dengan bid’ah.<br />
<br />
Orang yang bergelimang dengan bid’ah adalah orang yang paling merugi dalam beramal sebagaimana firman Allah,<br />
<br />
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا<br />
<br />
Katakanlah: “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS al Kafi:103-104).<br />
<br />
Jelaslah orang yang bergelimang dalam bid’ah adalah manusia yang merugi karena dia merasa akan mendapat pahala dengan amalnya padahal dia hanya mendapatkan rasa capek saja karena amal yang dia lakukan tidaklah membuahkan pahala bahkan mendapatkan dosa. Hal itu dikarenakan melakukan bid’ah adalah suatu yang terlarang sedangkan menerjang larangan tentu membuahkan dosa.<br />
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<br />
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ<br />
<br />
“Barang siapa melakukan amal ibadah namun kami tidak pernah mengajarkannya maka amal yang dia lakukan itu pastilah tertolak” (HR Muslim no 4590).<br />
<br />
Target menjerumuskan manusia ke dalam bid’ah itu posisinya setelah kemusyrikan dan di atas dosa besar karena sebagaimana dijelaskan oleh seorang ulama besar di masa tabiin yaitu Sufyan ats Tsauri. Beliau mengatakan bahwa pelaku maksiat itu mudah bertaubat karena dia merasa bersalah. Lain halnya dengan pelaku bid’ah. Dia sulit untuk bertaubat selama dia belum merasa salah bahkan merasa beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan pahala dengan bid’ah yang dilakukannya.<br />
<br />
Kaum muslimin-azzaniyallahu wa iyyakum-<br />
Target setan yang ketiga adalah dosa besar. Dosa besar adalah setiap larangan yang memiliki ancaman khusus dalam syariat, boleh jadi diancam dengan neraka, murka Allah, laknat Allah yaitu dijauhkan dari rahmat Allah ataupun tidak diakui oleh Nabi sebagai bagian dari umatnya.<br />
Oleh karena itu diantara contoh dosa besar adalah menipu sebagaimana sabda Nabi,<br />
<br />
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى<br />
<br />
“Barang siapa yang melakukan penipuan maka dia bukanlah umatku” (HR Muslim no 295).<br />
Penipuan memiliki bentuk yang sangat beragam di zaman ini. Diantaranya mark up dalam laporan keuangan, mencontek ketika ujian, pemalsuan berkas dll.<br />
<br />
Dosa besar itu tidak bisa terhapus dengan semata-mata gemar melakukan amal shalih semisal puasa, berwudhu dan shalat. Siapa saja yang ingin dosa besar yang pernah dilakukan terhapus dari catatan amalnya, dia harus bertaubat kepada Allah dengan penuh kesungguhan. Itulah taubat yang dilakukan ikhlas karena Allah, diiringi penyesalan, tekad untuk tidak akan lagi mengulangi perbuatan tersebut, segera meninggalkan maksiat yang telah dilakukan dan taubat ini dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan. Jika dosa tersebut terkait dengan hak sesama manusia maka wajib mengembalikan hak orang lain yang telah diambil.<br />
Target setan berikutnya adalah menjerumuskan manusia ke dalam dosa kecil. Dosa kecil adalah segala hal yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya namun tidak ada ancaman khusus terkait dengan larangan tersebut. Dosa jenis inilah yang bisa dihapus dengan semata-mata melakukan amal shalih meski tanpa niatan bertaubat. Sebagaimana firman Allah:<br />
<br />
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ<br />
<br />
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” (QS Hud:114).<br />
<br />
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ « الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ ».<br />
<br />
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu, shalat Jumat sampai shalat Jumat berikutnya dan puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi” (HR Muslim no 574).<br />
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,<br />
<br />
Akan tetapi perlu diketahui bahwa dosa kecil itu bisa bernilai dosa besar jika 1)pelakunya meremehkan dosa tersebut pada saat melakukannya 2) perbuatan dosa kecil tersebut dilakukan dengan berulang kali 3) dosa kecil tersebut dilakukan di tempat umum yang bisa dilihat oleh banyak orang dan 4) dosa tersebut dilakukan oleh seorang yang seharusnya menjadi panutan bagi banyak orang.<br />
<br />
Jika setan merasa sulit untuk menggoda manusia agar melakukan dosa baik dosa besar ataupun dosa kecil maka setan akan membuat orang tersebut sibuk dengan hal-hal yang mubah semisal banyak tidur sehingga waktu yang dia miliki untuk melakukan amal kebajikan semakin terbatas.<br />
<br />
Jadi tidur dalam kadar yang wajar adalah sebuah keniscayaan untuk menunaikan hak badan namun hobi tidur adalah bentuk godaan setan.<br />
<br />
Jika target ini pun sulit untuk dicapai maka setan berupaya untuk membuat manusia sibuk dengan amal-amal kebajikan yang nilainya kurang afdhol sehingga mereka meninggalkan amal yang lebih afdhol. Setan membuat orang sibuk dengan shalat sunah sehingga tidak lagi memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu agama yang hukumnya sunah. Demikianlah enam target yang dipasang oleh setan untuk menyesatkan manusia. Setelah kita mengetahuinya maka kita wajib berupaya menyelamatkan diri kita jangan sampai kita menjadi salah satu mangsa setan dengan berbagai bentuk targetnya.<br />
<br />
Kaum muslimin yang berbahagia,<br />
Pada hari raya Idul Fitri kita dianjurkan untuk banyak-banyak bertakbir dalam rangka mengagungkan nama Allah. Namun perlu kita sadari bahwa waktu takbir ketika Idul Fitri itu berakhir dengan berakhirnya shalat hari raya.<br />
<br />
عن الزهري أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يخرج يوم الفطر فيكبر حتى ياتي المصلى وحتى يقضي الصلاة فإذا قضى الصلاة<br />
قطع التكبير<br />
<br />
“Dari az Zuhri, sesungguhnya yang menjadi kebiasaan Rasulullah saat berangkat untuk melaksanakan shalat Idul Fitri adalah bertakbir hingga beliau tiba di tanah lapang dan hingga shalat hari raya berakhir. Jika shalat hari raya telah berakhir maka beliau menghentikan takbirnya” (HR Ibnu Abi Syaibah no 5621, sahih li ghairihi sebagaimana dalam Silsilah Shahihah no 171).<br />
<br />
Oleh karena itu kumandang suara takbir yang masih terdengar setelah shalat hari raya Idul Fitri selesai baik di radio, televisi maupun sebagian masjid adalah takbir yang tidak pada tempatnya dan menyelisihi tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam takbir ketika hari raya Idul Fitri.<br />
<br />
Terkait dengan bacaan takbir yaitu ucapan Allaahu Akbar, ba’ dalam akbar haruslah dibaca pendek karena ba’ dalam akbar dibaca panjang maka maka kalimat takbir ini berubah total 180 derajat karena akbaar dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kabrun yang artinya gendang (Kamus al Munawwir hal 1183).<br />
<br />
Sangat disayangkan tidak sedikit orang yang kurang perhatian dengan hal ini sehingga sering terdengar suara takbir sebagai berikut:<br />
<br />
الله أكبار الله أكبار لا إله إلا الله والله أكبار الله أكبار ولله الحمد<br />
<br />
Orang yang mengumandangkan takbir sebagaimana di atas boleh jadi merasa sedang mengagungkan dan memahabesarkan Allah padahal yang terucap dari lisannya adalah menggendang-gendangkan Allah dan ini tentu sebuah pelecehan kepada Allah yang sangat membahayakan iman seorang muslim.<br />
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,<br />
<br />
Mengenai ucapan selamat hari raya tidaklah kita jumpai bacaan khusus dari Nabi. Karenanya kita bisa mengucapkan berbagai jenis ucapan yang menunjukkan ungkapan rasa bahagia dengan datangnya hari raya selama makna yang terkandung dalam ucapan tersebut adalah makna yang baik. Meski demikian ucapan selamat yang biasa digunakan oleh para sahabat tidaklah diragukan bahwa itulah yang lebih baik dari pada selainnya.<br />
<br />
Tentang ucapan selamat hari raya yang dipergunakan oleh para sahabat, Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan:<br />
<br />
وَرَوَيْنَا فِي ” الْمَحامِلِيَّاتِ ” بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ ” كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك ”<br />
<br />
Kami mendapatkan riwayat dalam kitab al Mahamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair, beliau mengatakan, “Menjadi kebiasaan para sahabat Nabi jika sebagian mereka berjumpa dengan yang lain pada saat hari raya maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “taqabballahu minna wa minka” yang artinya semoga Allah menerima amal ibadah kita (Fathul Bari 3/372-Syamilah).<br />
<br />
Kaum muslimin yang kami hormati,<br />
Banyak orang memaknai Idul Fitri dengan kembali suci bagaikan bayi yang baru saja terlahir dari rahim ibu, tidak memiliki dosa sama sekali. Makna semacam ini adalah pemaknaan yang kurang tepat baik dari tinjauan bahasa Arab maupun dari tinjauan syariat. Dalam bahasa Arab, fitri itu berbeda fitrah karena diantara kelebihan bahasa Arab perubahan sedikit saja akan menyebabkan perubahan makna. Dalam bahasa Arab, fitri maknanya adalah berbuka alias tidak lagi berpuasa. Sehingga Iedul Fitri maknanya adalah kembali berbuka, kembali boleh makan dan minum dan kewajiban berpuasa sudah berakhir. Sedangkan dari tinjauan syariat sebagaimana telah dijelaskan bahwa amal shalih semisal puasa Ramadhan, shalat Tarawih itu hanya bisa menghapus dosa kecil tanpa dosa besar. Sehingga seorang yang menjalankan puasa Ramadhan dan shalat tarawih dengan baik karena ikhlas dalam beribadah dan dengan benar karena sesuai dengan tuntunan Nabi akan terhapus dosa-dosa kecilnya saja, tanpa dosa besar. Dosa besar agar terhapus pelakunya harus bertaubat kepada Allah dengan penuh kesungguhan. Memaknai Idul Fitri sebagaimana di atas sangatlah berbahaya karena bisa berakibat banyak orang yang meremehkan dosa besar. Sebelum Ramadhan tiba mereka akan memperbanyak maksiat, berzina, korupsi dan yang lainnya karena di dalam hati mereka mengatakan, “<em>Ah nanti khan saat Idul Fitri semua dosa akan terhapus karena ketika itu kita akan kembali suci bagaikan bayi yang tidak punya dosa sama sekali</em>”.<br />
<br />
Kepada kaum muslimah, jagalah diri dan jangan terperdaya oleh tipu muslihat kaum pemuja syahwat. Simaklah firman Allah sebagaimana yang terdapat dalam Qs. an-Nisa’ (04): 27<br />
<br />
{وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلاً عَظِيمًا}<br />
<br />
“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”<br />
<br />
Allah Ta’ala mengajak anda ke syurga dengan jalan yang mudah yaitu dengan menerima sepenuh hati segala ketetapanNya dalam agama ini serta melaksanakan anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Auf<br />
<br />
(( إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ ))<br />
<br />
“Jika seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga harga diri dan kemuliaan, serta taat kepada suaminya maka akan dikatakan buatnya masuklah ke dalam syurga dari pintu mana saja yang engkau mau.”<br />
<br />
Kemudian kepada anda wahai para saudariku remaja putri muslimah yang mulia. Tutuplah auratmu dengan mengenakan jilbab kemuliaan dan kehormatanmu. Jangan biarkan mata yang penuh khianat dengan bebas memandang dan menikmati kecantikan tubuhmu, atau tangan-tangan jahil menodai diri dan kehormatanmu. Ketahuilah bahwa kewajiban berpakaian yang menutup aurat itu bukan hanya ketika shalat dan pengajian di masjid namun setiap kali seorang muslimah bisa diterlihat oleh laki-laki yang bukan mahram atau bukan pula suaminya.<br />
<br />
Jangan biarkan tubuhmu seperti bunga-bunga mekar, yang siapa pun bebas melihatnya, mencium semerbak harumnya. Setelah itu memetik dan menikmatinya. Sesaat kemudian bunga itupun layu dan akhirnya dicampakkan.<br />
<br />
Akan tetapi jadilah seperti emas, intan dan mutiara yang terlindungi dan terjaga rapi dalam kotak-kotak perhiasan. Sehingga hanya yang berhak saja yang akan menikmatinya. Ya, anda memang akan menjadi sebaik-baik dan seindah-indah perhiasan dunia ini, jika tampil sebagai wanita shalihah.<br />
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<br />
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ<br />
<br />
”Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik–baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim).<br />
<br />
رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذاَبَ النَّارِ. اللَّهُمَّ رَبَّناَ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. سُبْحاَنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُهُ الظَّالِمُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ الُْمْرسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.<br />
وصَلِّ اللَّهُمَّ عَلىَ نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-85030430196124460222011-09-30T06:37:00.000-07:002011-09-30T06:37:44.744-07:00Wajibnya Taat Kepada PenguasaAllah Ta’ala berfirman:<br />
<br />
<strong>يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ</strong><br />
<em>“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kalian.”</em> (QS. An-Nisa`: 59)<br />
<br />
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:<br />
<br />
<strong>عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ</strong><br />
<br />
<em>“Wajib atas setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), baik pada sesuatu yang dia suka atau benci. Akan tetapi jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar dan taat.” </em>(HR. Al-Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839)<br />
<br />
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:<br />
<br />
<strong>وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ</strong><br />
<br />
<em>“Dan barangsiapa yang berbaiat kepada seorang pemimpin (penguasa) lalu bersalaman dengannya (sebagai tanda baiat) dan menyerahkan ketundukannya, maka hendaklah dia mematuhi pemimpin itu semampunya. Jika ada yang lain datang untuk mengganggu pemimpinya (memberontak), penggallah leher yang datang tersebut.” </em>(HR. Muslim no. 1844)<br />
<img alt="" src="http://al-atsariyyah.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" title="More..." /><br />
<span id="more-2501"></span><br />
<br />
<strong>Penjelasan ringkas:</strong><br />
Ketaatan kepada penguasa merupakan salah satu dari ushul aqidah ahlissunnah wal jamaah, yang jika diselisihi maka akan mengeluarkan pelakunya dari ahlussunnah. Hal ini ditunjukkan oleh amalan dan ucapan para ulama salaf yang mana mereka menyebutkan permasalahan ini dalam kitab-kitab aqidah ahlussunnah yang mereka tulis.<br />
<br />
Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam risalah Ushul As-Sunnah, “Wajib untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin dan amirul mukminin, baik dia orang yang baik maupun orang yang jahat.”<br />
<br />
Imam Ibnu Abi Hatim berkata dalam risalah Ashlu As-Sunnah atau dikenal juga dengan nama I’tiqad Ad-Din, “Saya bertanya kepada ayahku (Abu Hatim) dan juga Abu Zur’ah mengenai mazhab ahlussunnah dalam masalah pokok-pokok agama, dan mazhab yang keduanya mendapati para ulama di berbagai negeri berada di atasnya, dan mazhab yang mereka berdua sendiri yakini. Maka keduanya berkata, “Kami menjumpai para ulama di berbagai negeri, di Hijaz, di Irak, di Mesir, di Syam, dan di Yaman. Maka di antara mazhab mereka adalah …. Kami mendengar dan taat kepada pimpinan yang Allah serahkan urusan kami kepadanya, dan kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepadanya.”<br />
<br />
Kami katakan: Maka ini jelas menunjukkan bahwa aqidah wajibnya taat kepada penguasa ini merupakan aqidah dari seluruh ulama ahlussunnah di berbagai negeri. Dan penyebutan negeri-negeri pada ucapan di atas tidak menunjukkan pembatasan, akan tetapi memang demikianlah akidah para ulama ahlussunnah di berbagai negeri pada setiap zaman.<br />
<br />
Imam Ath-Thahawi berkata dalam kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiah, “Kami memandang bahwa menaati penguasa yang merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Azz wa Jalla adalah suatu kewajiban, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Kami mendoakan mereka agar mendapatkan kesalehan dan kebaikan.”<br />
<br />
Al-Barbahari rahimahullah berkata dalam Syarh As-Sunnah, “Wajib untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Barangsiapa yang memegang tampuk khilafah dimana seluruh manusia sepakat menerimanya dan meridhainya, maka dia dinamakan amirul mukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk tinggal satu malam dalam keadaan dia meyakini bahwa dirinya tidak memiliki pemimpin, baik pemimpin itu adalah orang yang saleh maupun orang yang jahat.”<br />
<br />
Mufaffaquddin Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Lum’ah Al-I’tiqad, “Termasuk sunnah (tuntunan Islam) adalah mendengar dan taat kepada para penguasa dan pimpinan (amir) kaum muslimin, baik penguasa yang saleh maupun yang jahat. Selama dia tidak memerintahkan kemaksiatan, karena tidak ada ketaatan kepada seorangpun dalam bermaksiat kepada Allah.”<br />
<br />
Imam Al-Lalaka`i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah menyebutkan aqidah beberapa orang imam ahlissunnah dalam permasalahan ini di antaranya:<br />
<br />
1. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah.<br />
Beliau berkata, “Wajib untuk bersabar di bawah kepemimpinan penguasa, baik dia berbuat baik maupun berbuat jahat.<br />
<br />
2. Ali bin Abdillah Al-Madini rahimahullah<br />
Beliau berkata, “Tidak halal bagi seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk tinggal semalampun kecuali dalam keadaan dia mempunyai pimpinan, baik pimpinan itu saleh maupun jahat<br />
<br />
3. Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari rahimahullah<br />
Beliau berkata, “Saya telah berjumpa dengan 1000 orang lebih ulama, di Hijaz, Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Wasith, Baghdad, Syam, dan Mesir. Saya berjumpa dengan mereka berulang-ulang kali dari generasi ke generasi, dari generasi ke generasi.” Kemudian beliau menyebutkan sebagian kecil dari nama-nama para ulama tersebut, lalu kembali berkata. “Maka saya tidak pernah melihat seorangpun di antara mereka yang berbeda pendapat dalam masalah-masalah berikut: … Dan kami tidak akan mengganggu penguasa pada urusannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Ada 3 perkara yang hati seorang muslim tidak akan dengki terhadapnya: Mengikhlaskan amalan untuk Allah, menaati penguasa, dan komitmen dengan al-jamaah, karena doa kepada penguasa akan mengenai juga rakyatnya.”<br />
<br />
4. Abdurrahman bin Abu Hatim Muhammad bin Idris.<br />
Beliau berkata, “Kami mendengar dan taat kepada kepada orang yang Allah Azza wa Jalla serahkan urusan kami kepadanya.”<br />
<br />
5. Sahl bin Abdillah At-Tasturi.<br />
Beliau pernah ditanya, “Kapan seseorang mengetahui kalau dirinya berada di atas sunnah? Beliau menjawab, “Jika dia mengetahui kalau dalam dirinya adal 10 perkara.” Di antara yang beliau sebutkan adalah, “Tidak meninggalkan shalat berjamaah di belakang setiap penguasa, penguasa yang curang maupun yang adil.<br />
Maka semua dalil-dalil di atas ditambah dengan kesepakatan para ulama salaf di berbagai zaman dan tempat, menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemerintah bukanlah masalah kecil atau masalah sampingan dalam agama. Bahkan dia merupakan salah satu tonggak tegaknya agama, karena tanpa adanya ketaatan kepada penguasa maka yang ada adalah kerusakan dimana-mana, dan keadaan yang kacau jelas mempengaruhi keberagamaan setiap orang.<br />
<br />
Karenanya, kebiasaan untuk tidak taat kepada penguasa bukanlah kebiasaan kaum muslimin. Bahkan kebiasaan ini merupakan kebiasaan orang-orang musyrikin jahiliah sebelum terutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata dalam Masa`il Al-Jahiliah, “Perilaku jahiliah yang ketiga: Mereka menganggap bahwa menyelisihi penguasa dan tidak taat kepadanya adalah suatu keutamaan, sementara mendengar dan taat kepadnya adalah kerendahan dan kehinaan. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyelisihi mereka, dan beliau memerintahkan untuk mendengar dan taat kepadanya serta menasehatinya. Beliau sangat tegas memerintahkan hal tersebut, betul-betul menjelaskannya secara gamblang, dan beliau selalu mengulang-ulanginya.”<br />
<br />
Walaupun demikian keadaannya, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya memberikan pembatasan dalam menaati pemerintah sebagaimana diberikannya pembatasan dalam menaati ulama. Karena seluruh manusia sepandai dan sekuat apapun dia pasti akan memerintahkan kesalahan, kecuali para nabi dan rasul. Karenanya dalil-dalil di atas, selain memerintahkan untuk taat kepada penguasa, dalil tersebut juga menegaskan bahwa ketaatan kepada mereka hanya terbatas jika mereka tidak memerintahkan kemaksiatan.<br />
<br />
Imam Ibnu Abdil Izz dalam Syarh Ath-Thahawiah hal. 381 berkata menjelaskan ayat dalam surah An-Nisa` di atas, “Kenapa Allah berfirman, “Dan taatilah,” tapi tidak berfirman, “Dan taatilah ulil amri di antara kalian?” Hal itu karena pemerintah tidak berdiri sendiri dalam hal ditaati, akan tetapi mereka hanya ditaati pada perkara yang merupakan ketaatan kepada Alah dan Rasul-Nya. Allah mengulangi perintah (taatilah) pada Ar-Rasul karena siapa saja yang menaati Ar-Rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah, dan karena Ar-Rasul tidaklah pernah memerintahkan ketidaktaatan kepada Allah, bahkan beliau ma’shum dalam hal itu. Adapun pemerintah, maka terkadang dia memerintahkan ketidaktaatan kepada Allah. Karenanya dia tidak ditaati kecuali jika perintahnya merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.”<br />
<br />
Adapun hadits Ibnu Umar di atas maka sangat tegas menunjukkan apa yang kita sebutkan di atas. Hanya saja di sini ada satu catatan penting yang harus digarisbawahi, yaitu: Bahwa sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Akan tetapi jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar dan taat.” TIDAKLAH menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemerintah akan gugur selama-lamanya kapan sekali saja mereka memerintahkan kemaksiatan, tidak sama sekali. Karena hal itu akan bertentangan dengan dalil-dalil lain yang memerintahkan untuk selalu taat kepada pemerintah selama perintahnya bukan kemaksiatan. Akan tetapi yang dimaksud dalam hadits itu adalah bahwa kapan pemerintah memerintahkan kemaksiatan maka tidak boleh ditaati, akan tetapi jika setelah itu dia kembali memerintahkan kebaikan, maka kita kembali wajib untuk menaatinya.<br />
<br />
Bagaimana dengan perintah penguasa yang sifatnya bukan ketaatan dan bukan pula maksiat? Misalnya peraturan atau keputusan pemerintah yang dibuat dalam masalah duniawiah.<br />
<br />
Berdasarkan semua dalil di atas maka kita tetap wajib menaatinya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengecualikan satu keadaan untuk kita boleh tidak taat kepada mereka, yaitu jika perintah mereka adalah kemaksiatan. Artinya, perintah penguasa selain dari kemasiatan tetap wajib untuk kita dengarkan, terlebih lagi jika perintah atau keputusan itu dibuat untuk kemaslahatan kaum muslimin itu sendiri. Wallahu a’lam<br />
<br />
http://al-atsariyyah.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-31400927161363337922011-09-30T06:33:00.000-07:002011-09-30T06:33:53.978-07:00ADAB-ADAB SEORANG THOLIB TERHADAP DIRINYA<em>Disusun Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary</em><br />
<br />
تطهيرُ القلبِ مِن كلِّ غشٍ و غلٍ و حسدٍ و سوءِ معتقدٍ أو خلقٍ ليصلُحَ بذالك لقبولِ العلمِ و حفظِه.<br />
<br />
“Membersihkan hati dari kedengkian, dendam dan hasad serta jeleknya keyakinan atau akhlak agar dengan itu dapat menerima ilmu dan menghafalnya dengan baik.”<br />
<br />
حسنُ النّيّةِ في طلبِ العلمِ بأن يقصدَ به وجهَ اللهِ تعالى و العملَ به و إحياءَ السّنّةِ و تنويرَ قلبِه و تحلِيَةَ باطنِه.<br />
<br />
“Memiliki niat yang baik dalam tholabul ilmi dengan bertujuan meraih keridhoan Alloh Ta’ala dan mengamalkanya serta menghidupkan sunnah, menerangi hatinya dan mengisi batinnya.”<br />
<br />
<span id="more-59"></span><br />
المبادرةُ إلى تحصيلِ العلمِ في وقتِ الشّبابِ, و لايغتر بخدعِ التّسويفِ و التَّأمِيلِ, فإنّ كلَّ ساعةٍ تُمضِي مِن عمرِه لا بَدَلَ لها و لا عِوَضَ.<br />
<br />
“Bersegera untuk mencapai ilmu di waktu muda, jangan terpengaruh dengan tipuan orang-orang yang mengulur-ngulur (waktunya) karena setiap waktu yang telah lewat dari umur tidak ada penggantinya.”<br />
<br />
أن يقنعَ مِن الوقتِ بما تيسّر و مِن اللِّباسِ بما تيسّر مثله و إن كان خَلِقًا, فبالصّبرِ على ضيقِ العيشِ ينالُ سعةَ العلمِ.<br />
<br />
“Merasa cukup dengan makanan yang didapat dan pakaian yang dimiliki meski telah usang.<br />
Kesabaran atas kesulitan hidup akan meraih keluasaan ilmu.”<br />
<br />
أن يقسّمَ أوقاتِ ليلِه و نهارِه, و يغتنم ما بقي مِن عُمرِه فإنّ بقيةَ العُمرِ لا قيمةَ له. و أجوَدُ الأوقاتِ للحفظِ الأسحارُ و للبحثِ الأبكارُ و للكتابةِ وسطُ النّهارِ و للمطالعةِ و المذاكرةِ اللّيلُ.<br />
<br />
“Membagi waktu malamnya dan siangnya, serta memanfaatkan sisa umurnya, sebab umur yang tersisa itu tiada taranya.<br />
<br />
Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur (menjelang subuh), dan untuk mempelajari sesuatu adalah pagi-pagi, adapun untuk menulis adalah pertengahan siang sedang untuk menela’ah dan mengulang pelajaraan adalah malam hari.”<br />
<br />
أن يقلّلَ مِن نومِه مالم يلحقه ضررٌ في بدنِه و ذِهنِه لا يزيد في نومِه في اليومِ و اللّيلةِ عن ثمانِ ساعاتٍ.<br />
<br />
“Mengurangi waktu tidur selama tidak membahayakan badan dan pikirannya, (hendaknya) waktu tidur tidak lebih dari delapan jam sehari dan semalam.”<br />
<br />
من أعظمِ الأسبابِ العينةِ على الإشتغالِ بالعلمِ و الفهمِ و عدمِ الملالِ, أكلُ القدرِ اليَسِيرِ مِن الحلالِ لأنّ كثرةَ الأكلِ جالبةٌ لكثرةِ الشُّربِ و كثرتِه جالبةٌ للنّومِ و البَلادَةِ.<br />
<br />
“Diantara sebab terbesar yang dapat membantu agar (selalu) sibuk dengan ilmu dan tidak bosan ialah makan dengan kadar yang ringan dari yang halal, karena banyak makan dapat mendorong untuk banyak minum kemudian menyebabkan banyak tidur dan kebodohan.”<br />
<br />
أن يأخدَ نفسَه بالورعِ في جميعِ شأنِه و يتحرّى الحلالَ في طعامِه و شرابِه و لباسِه و مَسكَنِه.<br />
<br />
“Menumbuhkan sikap waro’ dalam segenap urusannya dan berusaha agar makanannya, minumannya, pakaiannya dan tempatnya (senantiasa) halal.”<br />
<br />
يَنبَغِي لطالبِ العلمِ أن لا يُخالِطَ إلا مَن يُفِيدُه أو يَستَفِيدُ مِنه.<br />
<br />
“Seorang tholabul ilmi sepatutnya tidak bergaul kecuali dengan orang yang dapat memberinya faedah atau dapat mengambil faedah darinya.”<br />
<br />
أن يجتنبَ اللَّعِبَ و العَبَثَ و التَّبَذُّلَ في المجالسِ بالسُّخفِ و الضَّحكِ. و لا بأس أن يريحَ نفسَه و قلبَه و بصرَه بتَنَزُّهٍ في المُتَنَزِّهاتِ, و لابأس بمعاناةِ المشيِ و رياضَةِ البدنِ به.<br />
<br />
“Menjauhi perkara yang sia-sia dan main-main serta majlis-majlis yang dipenuhi dengan tertawa dan hal yang tiada guna. Tidak mengapa untuk menghibur jiwa, hati dan pandangannya dengan bertamasya ke suatu tempat, tidak mengapa pula menyegarkan kaki dan berolah raga badan.”<br />
<br />
{( مِن هديِ السّلفِ فِي طلبِ العلمِ, بصفحة 47 – 55 )}<br />
<br />
http://www.adhwaus-salaf.or.id/<br />
http://salafiyunpad.wordpress.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-2280445127378411742011-09-30T06:30:00.000-07:002011-09-30T06:30:37.591-07:00Menariknya BekamOleh : dr.Abu Hana<br />
<br />
Judul diatas adalah sebuah pertanyaan sederhana yang mesti kita jawab dan renungkan, Berbahagialah apabila Anda menjawab, “pernah”.<br />
<br />
Sayangnya, sebagian besar kita belum pernah mendengar istilah hijamah/bekam apalagi yang pernah dibekam. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan sebab hijamah sudah dikenal ribuan tahun yang lalu, bahkan sejak zaman Nabi Musa ‘Alaihissalam, dan dikukuhkan syariatnya pada zaman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang pada akhirnya berkembang ke seluruh dunia hingga saat ini.<span id="more-108"></span><br />
<blockquote>Titik-titik darah berwarna merah kehitaman mulai muncul di leher tepat di belakang cuping aktor Hengky Tornando. Perlahan-lahan cairan yang terlihat agak berbuih itu semakin banyak keluar, hingga hampir memenuhi mangkuk bekam. Meski berdarah-darah begitu, ekspresi Hengky yang tiduran tertelungkup terlihat rileks saja.</blockquote><br />
<blockquote> Tak sampai 10 menit kemudian mangkuk-mangkuk dilepas. Darah yang tertinggal di kulit diseka menggunakan kapas. “Rasanya, tubuh jadi ringan. Pusing dan pegal tidak pernah kumat,” kata Hengky yang mulai mengenal bekam sejak dua tahun lalu. Pembawa acara televisi Ferdi Hasan yang pernah sekali merasakan terapi ini memberi kesaksian serupa. “Khasiatnya instan, badan langsung terasa enteng.”</blockquote><br />
<blockquote> Hengky Tornando maupun Ferdi Hasan telah meyakini manfaat bekam, sebuah terapi untuk mengeluarkan “darah kotor” dari tubuh guna mengusir berbagai keluhan penyakit atau sekadar menjaga stamina dan kesehatan tubuh.</blockquote>Teknologi medis telah banyak mengalami kemajuan dan modernisasi dalam metode eksperimen dan pengobatan. Namun perkembangan jenis penyakit juga tidak kalah cepat beregenerasi bahkan berevolusi. Dalam dekade terakhir telah muncul banyak penyakit yang menjadi momok dalam dunia kesehatan ; HIV/AIDS, SARS, Avian Influenza dan banyak penyakit mematikan lainnya seakan beradu cepat menyerang dan membinasakan populasi dunia.<br />
<br />
Bukan rahasia lagi, pengobatan dengan bahan kimia sintetis mungkin dapat mengobati suatu penyakit, tetapi dapat juga menimbulkan penyakit bawaan yang lain sebagai bentuk efek samping buruk dari sifat bahan kimia. Satu penyakit dapat disembuhkan tetapi dapat muncul penyakit lain. Jadilah lingkaran setan yang tidak ada habisnya dalam dunia pengobatan modern. Ternyata mahalnya obat kimia sintetis bukan jaminan kesembuhan..<br />
<br />
Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Sehingga mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang.<br />
<br />
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata: “Berpalingnya manusia dari cara pengobatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat.” Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah sekedar sebagai pengobatan alternatif. Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala lewat lisan Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wasallam.<br />
Ibnul Qayyim juga berkata: “Pengobatan ala-Nabi tidak seperti layaknya pengobatan ahli medis (barat-red). Pengobatan ala-Nabi dapat diyakini dan bersifat pasti (qath’i), bernuansi ilahy, berasal dari wahyu dan misykat nubuwah serta kesempurnaan akal.<br />
<br />
<blockquote>Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Sesungguhnya cara pengobatan paling ideal yang kalian pergunakan adalah hijamah (bekam)” (Muttafaq ‘alaihi, Shahih Bukhari (no. 2280) dan Shahih Muslim (no. 2214)</blockquote><br />
<blockquote> Dari Ashim bin Umar bin Qatadah Radhiallaahu ‘anhu, dia memberitahukan bahwa Jabir bin Abdullah Radhiallaahu ‘anhu pernah menjenguk al-Muqni’ Radhiallaahu ‘anhu, dia bercerita: “Aku tidak sembuh sehingga aku berbekam, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya didalamnya terkandung kesembuhan’.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Ya’la, al-Hakim, al-Baihaqi).</blockquote><br />
<i> </i><i><strong>Masihkan anda ragu dan berpaling dari kedahsyatan Hijamah/bekam?</strong></i><br />
(dirangkum dari berbagai sumber) untuk http://kaahil.wordpress.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-81011612928234318332011-09-30T06:26:00.000-07:002011-09-30T06:26:56.958-07:00Kewajiban Mengikuti Pemahaman Salafush Shalih Dalam Beragama<div style="text-align: justify;"><a href="http://abangdani.wordpress.com/2011/03/21/kewajiban-mengikuti-pemahaman-salaf-dalam-beragama/"><em>Salaf</em></a>, artinya adalah orang-orang terdahulu. Adapun yang dimaksud dengan <a href="http://abangdani.wordpress.com/2011/03/21/kewajiban-mengikuti-pemahaman-salaf-dalam-beragama/"><em>Salafush Shalih</em></a>, dalam istilah ulama adalah orang-orang terdahulu yang shalih, dari generasi sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dari generasi tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para ulama <a href="http://abangdani.wordpress.com/2011/03/21/kewajiban-mengikuti-pemahaman-salaf-dalam-beragama/">Ahlus Sunnah Wal Jama’ah</a> setelah mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://abangdani.wordpress.com/2011/03/21/kewajiban-mengikuti-pemahaman-salaf-dalam-beragama/">Salafush Shalih adalah generasi terbaik umat Islam</a>. Oleh karenanya, merupakan kewajiban bagi kita untuk mengikuti pemahaman mereka dalam beragama. Sehingga berbagai macam bid’ah, perpecahan dan kesesatan dapat dijauhi. Karena adanya berbagai macam bid’ah, perpecahan, dan kesesatan tersebut, berawal dari menyelisihi pemahaman Salafush Shalih. Menjadi keniscayaan, jika seluruh umat Islam, dari yayasan atau organisasi atau lembaga apapun, wajib mengikuti pemahaman Salafush Shalih dalam beragama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan kewajiban mengikuti pemahaman Salafush Shalih. Para ulama telah banyak menulis masalah besar ini di dalam karya-karya mereka.</div><div style="text-align: justify;"><span id="more-6565"></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>Imam Ibnul Qoyyim</strong> di dalam kitab I’lamul Muwaqqi’in, menyebutkan 46 dalil tentang kewajiban mengikuti sahabat [1]. <strong>Syaikh Salim Al Hilali</strong> menulis kitab yang sangat bernilai tentang kewajiban mengikuti manhaj Salaf ini di dalam kitab beliau yang berjudul <a href="http://abangdani.wordpress.com/2011/03/21/kewajiban-mengikuti-pemahaman-salaf-dalam-beragama/"><strong>Limadza Ikhtartu Manhaj As Salafi?</strong></a>, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Iindonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekedar untuk memudahkan pemahaman bagi saudara-saudara seiman, secara ringkas kami ingin menyampaikan sebagian dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban mengikuti sahabat dalam beragama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>DALIL DARI AL QUR’AN</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Allah berfirman dalam Al Qur’an:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْل مَآءَامَنتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِن تَوَلَّوْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Maka jika mereka beriman kepada semisal apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.</em> [Al Baqarah:137].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nadhir bin Sa’id Alu Mubarak berkata: “Allah Yang Maha Suci telah menjadikan keimanan, sebagaimana keimanan sahabat dari seluruh sisi, sebagai tempat bergantung petunjuk dan keselamatan dari maksiat dan memusuhi Allah. Maka, jika manusia beriman dengan sifat ini, dan mengikuti teladan jalan sahabat, berarti dia mendapatkan petunjuk menetapi kebenaran. Jika mereka berpaling dari jalan dan pemahaman sahabat, maka mereka berada di dalam perpecahan, permusuhan dan kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya. Dan Allah Maha mendengar terhadap pengakuan manusia, bahwa mereka beraqidah dan bermanhaj Salafi, Dia mengetahui hakikat urusan mereka. Dan Allah Ta’ala lebih mengetahui. [Diringkas dari kitab Al Mirqah Fii Nahjis Salaf Sabilin Najah, hlm. 35-36].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..</em> [Ali Imran:110].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syaikh Salim Al Hilali berkata: “Allah telah menetapkan keutamaan untuk para sahabat di atas seluruh umat. Ini berarti, mereka istiqomah (berada di atas jalan lurus) dalam segala keadaan; karena mereka tidak pernah menyimpang dari jalan yang terang. Allah telah menyaksikan telah menjadi saksi untuk mereka, bahwa mereka menyuruh kepada seluruh yang ma’ruf dan mencegah dari seluruh yang munkar. Hal itu mengharuskan menunjukkan bahwa pemahaman mereka merupakan argumen terhadap orang-orang setelah mereka”. [Limadza Ikhtartu Manhajas Salafi, hlm. 86].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.</em> [An Nisa’:115].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya, keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min. Dan semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” Lihat Majmu’ Fatawa (7/38)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada saat ayat ini turun, belum ada umat Islam selain mereka, kecuali para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Merekalah orang-orang mu’min yang pertama-tama dimaksudkan ayat ini. Sehingga wajib bagi generasi setelah sahabat mengikuti jalan para sahabat Nabi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.</em> [At Taubah:100].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lihatlah, Allah menyediakan surga-surga bagi dua golongan. Pertama, golongan sahabat. Yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah Salafush Shalih generasi sahabat. Kedua, orang-orang yang mengikuti golongan pertama dengan baik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika demikian, maka seluruh umat Islam, generasi setelah sahabat wajib mengikuti para sahabat dalam beragama, sehingga meraih janji Allah di atas. Jika orang-orang Islam yang datang setelah para sahabat enggan mengikuti jalan mereka, siapa yang akan mereka ikuti? Jika bukan para sahabat, tentunya yang mereka adalah Ahli Bid’ah!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Imam Ibnul Qoyim rahimahullah berkata: “Sisi penunjukan dalil (wajibnya mengikuti sahabat), karena sesungguhnya Allah Ta’ala memuji orang yang mengikuti mereka. Jika seseorang mengatakan satu perkataan, lalu ada yang mengikutinya sebelum mengetahui dalilnya, dia adalah orang yang mengikuti sahabat. Dia menjadi terpuji dengan itu, dan berhak mendapatkan ridha (Allah), walaupun dia mengikuti sahabat semata-mata dengan taqlid”. [2].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>DALIL DARI AS SUNNAH</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :</div><div style="text-align: right;">خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan lainnya].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan, sesungguhnya sebaik-baik generasi adalah generasi Beliau secara mutlak. Itu mengharuskan (untuk) mendahulukan mereka dalam seluruh masalah (berkaitan dengan) masalah-masalah kebaikan”. [3].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Para sahabat adalah manusia terbaik, karena mereka merupakan murid-murid Rasulullah n . Dibandingkan dengan generasi-generasi sesudahnya, mereka lebih memahami Al Qur’an. Mengapa? Karena mereka menghadiri turunnya Al Qur’an, mengetahui sebab-sebab turunnya. Dan mereka, juga bertanya kepada Rasulullah n tentang ayat yang sulit mereka fahami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Qur’an juga turun untuk menjawab pertanyaan mereka, memberikan jalan keluar problem yang mereka hadapi, dan mengikuti kehidupan mereka yang umum maupun yang khusus. Mereka juga sebagai orang-orang yang paling mengetahui bahasa Al Qur’an, karena Al Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka. Dengan demikian, mengikuti pemahaman mereka merupakan hujjah terhadap generasi setelahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (dia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. [HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad, dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan sunnah (jalan, ajaran) para khalifah Beliau dengan Sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alihi wa sallam memerintahkan untuk mengikuti sunnah para khalifah, sebagaimana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengikuti Sunnahnya. Dalam memerintahkan hal itu, Beliau bersungguh-sungguh, sampai-sampai memerintahkan agar menggigitnya dengan gigi geraham. Dan ini berkaitan dengan yang para khalifah fatwakan dan mereka sunnahkan (tetapkan) bagi umat, walaupun tidak datang keterangan dari Nabi, namun hal itu dianggap sebagai sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dengan yang difatwakan oleh keseluruhan mereka atau mayoritas mereka, atau sebagian mereka. Karena Beliau mensyaratkan hal itu dengan yang menjadi ketetapan Al Khulafa’ur Rasyidun. Dan telah diketahui, bahwa mereka tidaklah mensunnahkannya ketika mereka menjadi kholifah pada waktu yang sama, dengan demikian diketahui bahwa apa yang disunnahkan tiap-tiap seorang dari mereka pada waktunya, maka itu termasuk sunnah Al-Khulafa’ Ar-Rosyidin”. [4].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 agama. Mereka semua di dalam neraka, kecuali satu agama. Mereka bertanya:“Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,“Siapa saja yang mengikutiku dan (mengikuti) sahabatku.” [5].</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ketika menjelaskan hubungan hadits ke-3 dengan hadits ke-2 ini, Syaikh Salim Al Hilali berkata,”Barangsiapa yang memperhatikan dua hadits itu, ia pasti mendapatkan keduanya membicarakan tentang satu masalah. Dan solusinya sama, yaitu jalan keselamatan, kekuatan kehidupan, ketika umat (Islam) menjadi jalan yang berbeda-beda, maka pemahaman yang haq adalah apa yang ada pada Nabi n dan para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum“[6]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>DIANTARA PERKATAAN SAHABAT DAN ULAMA ISLAM</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu. Dia membantah orang-orang yang menanti shalat dengan membuat halaqah-halaqah (kumpulan orang-orang yang duduk melingkar) untuk berdzikir bersama-sama dengan menggunakan kerikil dan dipimpin satu orang dari mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu mengatakan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Celaka kamu, wahai umat Muhammad. Alangkah cepatnya kebinasaan kamu! Mereka ini, para sahabat Rasulullah masih banyak, ini pakaian-pakaian Beliau belum usang, dan bejana-bejana Beliau belum pecah. Demi Allah Yang jiwaku di tanganNya, sesungguhnya kamu berada di atas suatu agama yang lebih benar daripada agama Muhammad, atau kamu adalah orang-orang yang membuka pintu kesesatan. [HR Darimi, dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali dalam Al Bid’ah Wa Atsaruha As Sayi’ Fil Ummah, hlm. 44].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syaikh Salim Al Hilali berkata: Abdullah bin Mas’ud telah berhujjah terhadap calon-calon Khawarij dengan adanya para sahabat Rasulullah diantara mereka. Dan sesungguhnya para sahabat tidak melakukan perbuatan mereka. Maka jika perbuatan mereka calon-calon Khawarij itu baik -sebagaimana anggapan mereka- pasti para sahabat Nabi n telah mendahului melakukannya. Maka, ketika para sahabat tidak melakukannya, berarti itu adalah kesesatan. Seandainya manhaj (jalan) sahabat bukanlah hujjah atas orang-orang setelah para sahabat, tentulah mereka (orang-orang yang berhalaqoh itu) mengatakan kepada Abdulloh bin Mas’ud: “Kamu laki-laki, kamipun laki-laki!” [Limadza, hal: 100]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Abdullah bin Mas’ud juga pernah berkata: “Sesungguhnya kami meneladani, kami tidak memulai. Kami mengikuti (ittiba’), kami tidak membuat bid’ah. Kami tidak akan sesat selama berpegang kepada atsar (riwayat dari Nabi dan sahabatnya, Pen.)”. [7]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, berkata kepada orang-orang Khawarij:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">أَتَيْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَ مِنْ عِنْدِ ابْنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ صِهْرِهِ وَعَلَيِهِمْ نَزَلَ الْقُرْآنُ, فَهُمْ أَعْلَمُ بِتَأْوِيْلِهِ مِنْكُمْ, وَ لَيْسَ فِيْكُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku datang kepada kamu dari sahabat-sahabat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anshar, dan dari anak paman Nabi dan menantu Beliau (yakni Ali bin Abi Thalib). Al Qur’an turun kepada mereka, maka mereka lebih mengetahui tafsirnya daripada engkau. Sedangkan diantara kalian tidak ada seorangpun (yang termasuk) dari sahabat Nabi. [Riwayat Abdurrazaq di dalam Al Mushonnaf, no. 18678, dan lain-lain. Lihat Limadza, hlm. 101-102; Munazharat Aimmatis Salaf, hlm. 95-100. Keduanya karya Syaikh Salim Al Hilali].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Abul ‘Aliyah rahimahullah, ia berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">تَعَلَّمُوْا اْلإِسْلاَمَ فَإِذَا تَعَلَّمْتُمُوْهُ فَلاَ تَرْغَبُوْا عَنْهُ وَ عَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ فَإِنَّهُ اْلإِسْلاَمُ وَلاَ تُحَرِّفُوْا اْلإِسْلاَمَ يَمِْينًا وَلاَ شِمَالاً وَعَلَيْكُمْ بِسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ وَالَّذِيْ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ. وَ إِيَّاكُمْ وَهَذِهِ الْأَهْوَاءَ الَّتِيْ تُلْقِي بَيْنَ النَّاسِ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pelajarilah Islam! Jika engkau mempelajarinya, janganlah kamu membencinya. Hendaklah engkau meniti shirathal mustaqim (jalan yang lurus), yaitu Islam. Janganlah engkau belokkan Islam ke kanan atau ke kiri. Dan hendaklah engkau mengikuti Sunnah Nabimu dan yang dilakukan oleh para sahabatnya. Dan jauhilah hawa nafsu-hawa nafsu ini (yakni bid’ah-bid’ah) yang menimbulkan permusuhan dan kebencian antar manusia. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 34, no. 5].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">كَانُوْا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ عَلَى الطَّرِيْقِ مَا كَانُوْا عَلَى الْأَثَرِ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang-orang dahulu mengatakan, sesungguhnya mereka (berada) di atas jalan (yang lurus) selama mereka meniti atsar (riwayat Salafush Shalih). [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 36].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Al Auza’i rahimahullah, ia berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ , وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ , وَقُلْ بِمَا قَالُوْا وَكُفَّ عَمَّا كَفُّوْا عَنْهُ , وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ الصَالِحِ فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسَعَهُمْ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orang-orang itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan. Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para pendahulu)mu yang shalih, karena sesungguhnya akan melonggarkanmu apa yang telah melonggarkan mereka. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 56; Al Ajuri di dalam Asy Syari’ah, hlm. 58; Limadza, hlm. 104].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam membantah bid’ah, Al Auza’i rahimahullah juga menyatakan: Seandainya bid’ah ini baik, pasti tidak dikhususkan kepada engkau tanpa (didahului) orang-orang sebelummu. Karena sesungguhnya, tidaklah ada kebaikan apapun yang disimpan untukmu karena keutamaan yang ada pada kamu tanpa (keutamaan) mereka (Salafus Shalih). Karena mereka adalah sahabat-sahabat NabiNya, yang Allah telah memilih mereka. Dia mengutus NabiNya di kalangan mereka. Dan Dia mensifati mereka dengan firmanNya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya. [Al Fath: 29] [8].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Imam Abu Hanifah rahimahullah, berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">آخُذُ بِكِتَابِ اللهِ, فَمَا لَمْ أَجِدْ فَسُّنَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَإِنْ لَمْ أَجِدْ فِي كِتَابِ اللهِ وَلاَ سُّنَّةِ رَسُولِهِ آخُذُ بِقَوْلِ أَصْحَابِهِ, آخُذُ بِقَوْلِ مَنْ شِئْتُ مِنْهُمْ وَأَدَعُ قَوْلَ مَنْ شِئْتُ, وَلاَ أَخْرُجُ مِنْ قَوْلِهِمْ إِلَى قَوْلِ غَيْرِهِمْ</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku berpegang kepada Kitab Allah. Kemudian apa yang tidak aku dapati (di dalam Kitab Allah, maka aku berpegang) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika aku tidak dapati di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, aku berpegang kepada perkataan-perkataan para sahabat beliau.Aku akan berpegang kepada perkataan orang yang aku kehendaki. Dan aku tinggalkan perkataan orang yang aku kehendaki diantara mereka. Dan aku tidak akan keluar dari perkataan mereka kepada perkataan selain mereka. [Riwayat Ibnu Ma’in dalam Tarikh-nya, no. 4219. Dinukil dari Manhaj As Salafi ‘Inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 36, karya ‘Amr Abdul Mun’im Salim].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">7. Imam Malik bin Anas rahimahullah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Imam Ibnul Qoyyim menyatakan, bahwa Imam Malik t berdalil dengan ayat 100, surat At Taubah, tentang kewajiban mengikuti sahabat. [9]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">8. Imam Syafi’i rahimahullah, berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;">مَا كَانَ الْكِتَابُ أَوِ السُّنَّةُ مَوْجُوْدَيْنِ , فَالْعُذْرُ عَلَى مَنْ سَمِعَهُمَا مَقْطُوْعٌ إِلاَّ بِاتِّبَاعِهِمَا, فَإِذَا لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ صِرْنَا إَلَى أَقَاوِيْلِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ وَحِدٍ مِنْهُمْ</div><div style="text-align: justify;">Selama ada Al Kitab dan As Sunnah, maka alasan terputus atas siapa saja yang telah mendengarnya, kecuali dengan mengikuti keduanya. Jika hal itu tidak ada, kita kembali kepada perkataan-perkataan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau salah satu dari mereka. [10].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">9. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, ia berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">عَلَى أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَّسُولِ اللهِ وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ , وَ تَرْكُ الْبِدَعِ, وَ كُلُّ بِدْعّةٍ ضَلاَلَةٍ…</div><div style="text-align: justify;">Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah: berpegang kepada apa yang para sahabat Rasulullah n berada di atasnya, meneladani mereka, meninggalkan seluruh bid’ah. Dan seluruh bid’ah merupakan kesesatan … [Riwayat Al Lalikai; Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 57-58].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demikianlah penjelasan singkat mengenai kewajiban yang harus ditempuh oleh kaum Muslimin. Bahwa meniti jalan Salafush Shalih merupakan kebenaran. Sehingga jalan-jalan lainnya merupakan kesesatan. Bukankah selain kebenaran kecuali kesesatan?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mudah-mudahan Allah selalu membimbing kita di atas jalanNya yang lurus, mengikuti Al Kitab, As Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]<br />
_______<br />
Footnote<br />
[1]. I’lamul Muwaqqi’in (2/388-409), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422H/2002M<br />
[2]. I’lamul Muwaqqi’in (2/388), Penerbit: Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H/2002M.<br />
[3]. I’lamul Muwaqqi’in (2/398), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H / 2002M.<br />
[4]. I’lamul Muwaqqi’in (2/400-401), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H / 2002M.<br />
[5]. Tirmidzi, no. 2565; Al Hakim, Ibnu Wadhdhah, dan lainnya; dari Abdullah bin’Amr. Dihasankan oleh Syaikh Salim Al Hilali di dalam Nash-hul Ummah, hlm. 24.<br />
[6]. Limadza, hlm. 76.<br />
[7]. Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 35.<br />
[8]. Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 56-57<br />
[9]. I’lamul Muwaqqi’in (2/388), karya Ibnul Qoyyim<br />
[10]. Riwayat Baihaqi di dalam Al Madkhal Ilas Sunan Al Kubra, no. 35. Dinukil dari Manhaj As Salafi ‘Inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 36 dan Manhaj Imam Asy Syafi’i Fi Itsbatil Aqidah (1/129), karya Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil.</div><div style="text-align: justify;">Artikel : <a href="http://almanhaj.or.id/content/3013/slash/0" target="_blank">almanhaj.or.id</a></div><div style="text-align: justify;">abangdani.worpress.com </div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-37064700046637279062011-09-30T06:16:00.000-07:002011-09-30T06:16:08.341-07:00Biografi Syaikhul Islam<div style="text-align: justify;"><strong>Syeikhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad Bin Abdul Halim Bin Abdus Salam Bin Abdullah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An- Numairy Al Harani Adimasqi Al Hambali</strong>. Beliau adalah Imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya. Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H. Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab- kitabnya dapat selamat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>PUJIAN ULAMA</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah … dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?” Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia…” Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pem- bagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>Sejarah</strong> telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (di tengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>KEHIDUPAN PENJARA</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata: <em>“Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!</em> <em>Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku dan tiada pernah tinggalkan aku. Aku, terpenjaraku adalah khalwat Kematianku adalah mati syahid. Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau pernah berkata dalam penjara: “ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang Aqidah, Tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah.</div><div style="text-align: justify;">Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>WAFATNYA</strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seorang saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">(Dikutip: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah–Dimasyq )</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber : www.abangdani.wordpress.com</div><div style="text-align: justify;">Artikel : http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/24/syeikhul-islam-ibnu-taimiyah/</div><div style="text-align: justify;">Downloa Audio : http://www.radiorodja.com/kajian-live/biografi-singkat-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-41851719201080733362011-09-30T06:00:00.001-07:002011-09-30T06:00:34.286-07:00Biografi Singkat Abdullah Ibnu Mas'udNama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hudzali. Nama julukannya “ Abu Abdirahman”. Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk islam. Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Badar, Ia berhasil membunuh Abu Jahal.<br />
<br />
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda” Ambilah al-Quran dari empat orang: Abdullah, Salim (sahaya Abu Hudzaifah), Muadz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab”. Menurut para ahli hadits, kalau disebutkan “Abdullah” saja, yang dimaksudkan adalah Abdullah bin Mas’ud ini.<br />
<a href="" name="more"></a><br />
Ketikah menjadi Khalifah Umar mengangkatnya menjadi Hakim dan Pengurus kas negara di kufah. Ia simbol bagi ketakwaan, kehati-hatian, dan kesucian diri.<br />
<br />
Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah yang diriwayatkan oleh Suyan ats-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mu’tamir, dari Ibrahi, dari alqamah. Sedangkan yang paling dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Syuraik dari Abi Fazarah dari Abu Said.<br />
<br />
Ia meriwayatkan hadits dari Umar dan Sa’ad bin Mu’adz. Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Al-Abadillah (“Empat orang yang bernama Abdullah”), Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Abu Musa al-Asy’ari, Alqamah, Masruq, Syuraih al-Qadli, dan beberapa yang lain. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.<br />
<br />
Beliau datang ke Medinah dan sakit disana kemudian wafat pada tahun 32 H dan dimakamkan di Baqi, Utsman bin ‘Affan ikut menshalatkannya.<br />
<br />
Disalin dari : Biografi Ibn Mas’ud dalam Al-Ishabah: Ibn Hajar Asqalani no.4945<br />
<br />
Sumber http://ahlulhadist.wordpress.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-5122990258624352672011-09-30T03:39:00.000-07:002011-09-30T03:39:27.368-07:00Jangan Kafirkan SaudaramuBerikut ini adalah transkip dan terjemah dari salah satu bagian dari ceramah Syeikh Abdul Aziz ar Rais. Materi ini beliau sampaikan pada tanggal 2 Jumadil Ula 1428 H di salah satu masjid di Uni Emirat Arab. Judul ceramah beliau adalah at Tahdzir min al Ghuluw fit Takfir (Peringatan dari Sikap Berlebih-lebihan dalam Memberikan Vonis Kafir. Pada menit 46:52-52:18 beliau membahas salah satu kaedah penting dalam vonis kafir yaitu kaedah ‘<strong>Tidak Boleh Memberikan Vonis Kafir pada Person-Person Tertentu dalam Masalah-Masalah yang Diperselisihkan, Membatalkan Keislaman Ataukah Tidak</strong>”. Lengkapnya adalah sebagai berikut.<br />
<br />
<span id="more-510"></span><br />
<div style="text-align: center;">الضابط الرابع اعلموا يا إخواني إنه لا يصح التكفير في المسائل المختلف فيها. قد يختلف العلماء في مسألة هل هي كفر أم لا؟ فإذا فعلها معين فإنه لا يكفر. لأن الخلاف نوع من الشبهة و التأويل يمنع تكفير المعين.</div><br />
Kaedah yang keempat, ketahuilah wahai saudara-saudaraku seseungguhnya tidak boleh memberikan vonis kafir pada person-person tertentu dalam masalah yang masih diperselisihkan. Terkadang para ulama berbeda pendapat tentang suatu permasalahan apakah hal tersebut kekafiran ataukah bukan. Dalam hal seperti ini, individu tertentu yang melakukannya tidak bisa divonis sebagai orang yang kafir. Adanya perbedaan pendapat adalah salah satu bentuk syubhat dan takwil (kesamaran sehingga banyak orang yang sulit membedakan yang benar dan yang salah) yang menjadi faktor penghalang pemberian vonis kafir kepada individu tertentu.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">ذكر هذه القاعدة و إشار إليها الحافظ ابن حجر في فتح الباري و النووي في شرح مسلم. و نص عليها بوضوح و كررها الشيخ العلامة محمد بن صالح العثيمين في شرح القواعد المثلي و في عدة اللقاءات في اللقاء المفتوح المسمي الباب المفتوح.</div><br />
Kaedah ini diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dalam <em>Fathul Bari </em>dan Nawawi dalam syarah beliau untuk <em>Shahih Muslim</em>. Kaedah ini disebutkan dengan bahasa lugas bahkan disebutkan berulang kali oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dalam syarah atau penjelasan beliau untuk kitab <em>al Qowaid al Mutsla </em>dan dalam beberapa sesi pertemuan dalam acara <em>Liqo’ al Bab al Maftuh.</em><br />
<br />
<div style="text-align: center;">ذكر هذه القاعدة الإمام محمد بن عبد الوهاب-رحمه الله تعالي- في المجلد الأول من الدرة السنية. قال: لا نكفر الا ما أجمع العلماء علي أنه كفر.<br />
و أضرب لك ثلاث أمثلة تفهم بها هذا الأمر.</div><br />
Kaedah ini juga disebutkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab sebagaimana bisa dijumpai di jilid pertama dari <em>ad Durroh as Saniyah</em>. Beliau mengatakan,<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><strong>“<em>Kami tidak mengkafirkan person tertentu kecuali orang yang melakukan suatu hal yang para ulama bersepakat bahwa hal tersebut adalah kekafiran</em>”.</strong></div><div style="text-align: center;"><br />
</div>Akan aku sampaikan tiga contoh agar kaedah ini bisa dipahami dengan baik<br />
<br />
<div style="text-align: center;">المثال الأول: الحكم بغير ما أنزل الله.<br />
لو قال القائل إن هذا الحاكم يحكم بغير ما أنزل الله فأريد أن نكفره بهذا الأمر. فيقال: إن علماء السلف الأوائل على أن الحكم بغير ما أنزل الله كفر أصغر, ليس كفر أكبر, معصية. ليس كفرا.</div><br />
<strong>pertama</strong> adalah masalah memutuskan hukum dengan hukum yang berbeda dengan hukum Allah.<br />
Jika ada orang yang mengatakan, “Ada seorang penguasa yang memutuskan hukum dengan hukum yang berbeda dengan hukum Allah. Aku ingin mengkafirkannya karena masalah ini”.<br />
<br />
Kita katakan bahwa para ulama salaf yaitu para ulama terdahulu bersepakat bahwa memutuskan permasalahan dengan hukum yang berbeda dengan hukum Allah itu <strong>kekafiran kecil </strong>yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, <strong>bukan kekafiran besar</strong>. Sehingga hal tersebut statusnya adalah maksiat dan bukan kekafiran.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">إن قال: إن من علماء المعاصرين من يجعله كفرا أكبر, فيقال: إن أئمة العصر الثلاث, الإمام عبد العزيز بن عبد الله بن باز و الإمام محمد ناصر الدين الألباني و الإمام محمد بن صالح بن العثيمين على أنه كفر أصغر, لا أكبر.</div><br />
Jika orang tersebut beralasan, “Ada sebagian ulama kontemporer yang menilai permasalahan di atas sebagai kekafiran besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam” maka jawabannya adalah dengan kita katakana bahwa tiga imam ahli sunnah di zaman ini yaitu <strong>Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Imam Muhammad Nashiruddin al Albani dan Imam Muhammad bin Shalih al Utsaimin</strong> bersepakat bahwa hal tersebut termasuk kekafiran kecil, bukan kekafiran besar.<br />
<br />
فأقل ما يقال –تنازلا-إن في المسألة خلافا. و إذا ثبت الخلاف في المسألة و إلا حقيقة, لا خلاف لكن لنفرض أن في المسألة خلافا. فإذا ثبت في المسألة خلاف فالخلاف مانع من تكفير المعين. قلت لكم و الواقع إنه لا خلاف بين أئمة السلف أن الحكم بغير ما أنزل الله كفر أصغر لا كفر أكبر.<br />
<br />
Sehingga minimal kita katakan -sebagai bentuk mengalah- bahwa ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Jika telah jelas adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini meski sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat maka adanya perbedaan pendapat adalah salah satu faktor penghalang untuk memvonis person tertentu dengan kekafiran. Sekali lagi aku tegaskan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat di antara para imam salaf bahwa memutuskan hukum dengan hukum yang menyelisihi hukum Allah itu kekafiran kecil, bukan kekafiran besar.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">المثال الثاني:إعانة الكفار.<br />
قد يحصل من دولة كافرة, تهجم علي دولة مسلمة. فقد يحصل من دولة مسلمة أخري تساعد هذه الكافرة على المسلمة. فمثل هذا كفعل حاطب بن أبي بلتعة-رضي الله عنه-. و النبي-صلي الله عليه و سلم-لا يكفره به.</div><br />
<strong>Contoh kedua </strong>adalah membantu orang-orang kafir.<br />
<br />
Boleh jadi ada negara kafir yang menyerang negara Islam lalu ada negara Islam lain yang membantu negara kafir ini untuk menyerang negara Islam. Perbuatan semacam ini semisal dengan perbuatan shahabat Hathib bin Abi Balta’ah sedangkan Nabi tidak mengakafirkan Hathib karena perbuatannya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">بل اعلموا-يا إخواني-أن الجاسوس و هو الذي ينقل أخبار المسلمين إلى كافرين باتفاق أئمة المذاهب الأربعة ليس كافرا مستدلين بحديث حاطب بن أبي بلتعة.</div><br />
Bahkan ketahuilah –wahai saudara-saudaraku- bahwa mata-mata yaitu seorang muslim yang menceritakan kondisi kaum muslimin kepada orang-orang kafir itu tidak kafir dengan kesepakatan empat imam mazhab. Semua mereka beralasan dengan hadits tentang kisah Hathib bin Abi Balta’ah.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">و نص على عدم تكفير الجاسوس الإمام ابن تيمية في الصارم المسلول و الإمام ابن القيم في زاد المعاد. فإذا الجاسوس و هو الذي يعين الكفار علي المسلمين ليس كافرا فدلك هذا على أن مجرد الإعانة ليس كفرا.</div><br />
Imam Ibnu Taimiyyah dalam <em>al Sharim al Maslul</em> dan Imam Ibnul Qoyyim dalam <em>Zaadul Ma’ad </em>menegaskan bahwa seorang muslim yang menjadi mata-mata orang kafir itu tidak kafir. Jika mata-mata semisal ini yang membantu orang kafir untuk menyerang kaum muslimin saja tidak kafir maka realita ini menunjukkan bahwa semata-mata memberikan bantuan kepada negara kafir itu bukan termasuk kekafiran.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">متى يكون كفرا؟ يكون كفرا إذا فعله على الوجه الكفري و هو أن يعين الكفار و يريد من إعانتهم ظهور دين الكفر على دين الإسلام. قال حاطب: ما فعلت رغبة عن الإسلام ولا رضا بالكفر.</div><br />
Kapan menolong negara kafir itu terhitung kekafiran? Jawabannya perbuatan tersebut tergolong kekafiran ketika pertolongan yang diberikan adalah pertolongan yang statusnya perbuatan kekafiran. Yaitu menolong negara kafir dengan memiliki niat ketika menolong negara kafir ini agar <strong>agama kekafiran menang terhadap agama Islam</strong>. Hathib mengatakan, “<em>Aku tidak melakukan hal ini karena membenci Islam dan ridho dengan kekafiran</em>”.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">أما إذا فعله علي غير هذا الوجه فإنه يعتبر معصية لا كفرا.<br />
فإن قال قائل: أنا أري أنه كفر و الحاكم الذي فعل هذا سأكفره. فيقال: أقل ما يقال إن في المسألة خلافا. فإذا ثبت أن في المسألة خلافا فالخلاف مانع من تكفير المعين كما تقدم ذكره.</div><br />
Sedangkan menolong negara kafir tidak sebagaimana di atas maka menolong negara kafir dalam hal ini dinilai sebagai maksiat dan bukan kekafiran.<br />
<br />
Jika ada orang yang mengatakan, “Aku berpendapat bahwa sekedar menolong negara kafir dalam hal ini adalah kekafiran sehingga penguasa yang melakukan hal tersebut akan saya kafirkan” maka jawabannya adalah dengan kita katakan bahwa ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal ini.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">هذان مثالان. أما المثال الثالث سأذكر لكم لأنه أظن أن بعضكم قد يشتبه عليه المثال الثاني. قد يقول القائل: على قولك- و إن كان ليس قولي و إنما أنقل-على ما نقلت من أهل العلم إن الأعين لا يكفرون بالمسائل المتنازع فيها يلزم على هذا أن لا نكفر تارك الصلاة.</div><br />
Itulah dua contoh yang dimaksudkan. Sedangkan contoh kasus yang ketiga itu akan saya sampaikan karena saya memiliki praduga bahwa sebagian kalian tidak bisa memahami dengan baik contoh yang kedua.<br />
Boleh jadi ada yang bertanya, ‘Berdasarkan penjelasan anda tadi -meski sebenarnya itu bukan pendapatku karena aku hanya mengutip pendapat para ulama- atau dengan bahasa lain berdasarkan nukilan dari para ulama yang telah anda bawakan yaitu person tertentu itu tidak bisa dikafirkan dikarenakan masalah-masalah yang masih diperselisihkan oleh para ulama apakah masalah tersebut kekafiran ataukah bukan maka konsekunsinnya kita tidak boleh mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat’.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">فيقال: قد أجاب على هذا الإشكال الشيخ العلامة محمد صالح العثيمين- رحمه الله تعالي- فقال: إن الدولة التى شاع بين العامة أن ترك الصلاة كفر كبلاد السعودية فمثل هذه يكفر لأن العام لا يعرف الا هذا القول فكأنما المسألة إجماع المستوطنين.</div><br />
Jawabannya adalah dengan kita katakan bahwa permasalahan ini telah dijawab oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Beliau mengatakan bahwa untuk negara yang di tengah-tengah orang awamnya tersebar pendapat bahwa meninggalkan shalat adalah kekafiran semisal negara Saudi Arabia maka dalam kondisi ini orang yang tidak mengerjakan shalat divonis sebagai orang kafir. Alasannya karena orang-orang awan di negeri tersebut tidak tahu melainkan pendapat ini. Seakan-akan pendapat ini menjadi konsesus warga negara tersebut.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">أما الدول الآخر التى شاع فيها خلاف في المسألة فالخلاف مانع من تكفير المعين.</div>Sedangkan di negara lain yang perselisihan pendapat tentang masalah ini tersebar luas di masyarakat negeri tersebut maka adanya perbedaan pendapat adalah salah satu penghalang vonis kafir untuk person tertentu.<br />
<br />
sumber www.ustadzaris.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-89153546248478819432011-09-30T03:35:00.000-07:002011-09-30T03:35:58.510-07:00Bolehkah Meminta Diruqyah?<strong>Tanya</strong>:<br />
Bolehkah berdialog dengan jin muslim ketika meruqyah?<br />
<br />
<span id="more-819"></span><br />
<br />
<strong>Jawab</strong>:<br />
<br />
Tidak boleh, dari mana kita tahu bahwa jin tersebut benar-benar muslim. Boleh jadi dia adalah munafik yang mengaku sebagai muslim atau dia adalah jin kafir yang mengaku muslim. Kita tidak tahu alam jin dan hal-hal gaib lainnya. Jadi hal tersebut tidak dibolehkan.<br />
<br />
Orang yang mengaku muslim dan ada di hadapan kita serta mengerjakan shalat saja tidak kita ketahui apakah dia benar-benar muslim. Kita hanya menilai orang tersebut sebatas sisi lahiriahnya saja.<br />
<br />
Tidak ada alasan untuk mempersulit diri semacam ini. Orang yang bersabar ketika sakit akan Alloh beri pahala.<br />
<br />
Ada seorang buta menghadap Nabi lalu meminta kepada Nabi agar mendoakannya supaya bebas dari kebutaan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau mau akan aku doakan. Namun jika mau bersabarlah” (HR Tirmidzi no 3578 dari dari Utsman bin Hunaif, dinilai shahih oleh al Albani).<br />
<br />
Demikian pula ada seorang perempuan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai rasulullah aku terkena penyakit ayan. Tolong doakan aku”. Nabi bersabda, “Jika engkau mau akan kudoakan. Akan tetapi jika engkau mau bersabarlah dan untukmu surga” (HR Bukhari no 5328 dan Muslim no 2576 dari Ibnu Abbas).<br />
<br />
Jadi tidak perlu memaksa-maksakan diri. Apakah kita lebih sayang kepada orang sakit dibandingkan dengan Nabi?<br />
<br />
Alloh menguji hamba-hambaNya dengan sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satupun rasa capek, sedih, sakit bahkan gelisah yang dialami seorang muslim kecuali menjadi sebab Alloh akan menghapus dosa-dosanya” (HR Bukhari no 5318 dan Muslim no 6733 dari Abu Hurairah dan Abu Said).<br />
<br />
Seorang mukmin mungkin saja sakit dan dia akan dapat pahala jika dia bersabar,<br />
<br />
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ,<br />
<br />
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”.” (QS al Baqarah:155-156)<br />
<br />
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak minta untuk diruqyah, tidak minta untuk di-kay (pengobatan dengan besi panas) dan hanya bertawakkal kepada rabbnya” (HR Bukhari no 5378 dan Muslim no 549 dari Ibnu Abbas).<br />
<br />
Maka orang yang meminta agar diruqyah itu <em>turun kadar iman dan tawakalnya</em>. Orang-orang yang sakit hendaknya kita nasehati untuk bersabar, tidak meminta untuk diruqyah, mengadu dan berdoa kepada Alloh. Meminta untuk diruqyah tergolong mengemis. Oleh karenanya mengurangi kadar tawakal.<br />
<br />
Mukmin selama di dunia ini akan mendapatkan berbagai cobaan berupa sakit dan berbagai musibah supaya Alloh bisa meninggikan derajatnya jika dia bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika Alloh mencintai seseorang maka Alloh akan mengujinya. Jika dia bersabar maka untuknya buah kesabarannya. Namun jika dia berkeluh kesah maka untuknya buah keluh kesahnya” (HR Tirmidzi no 2396 dari Anas, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).<br />
<br />
Seorang mukmin yang sakit wajib bersabar terhadap ketetapan Alloh. Lebih baik lagi jika ridha dengan ketentuan Alloh karena ridha adalah tingkatan iman tertinggi dalam menghadapi takdir Alloh. Bersabar terhadap ketetapan Alloh hukumnya wajib. Sedangkan berkeluh kesah hukumnya haram. Jangan pernah berkeluh kesah,<br />
<br />
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ<br />
<br />
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”" (QS at Taubah:51)<br />
<br />
Jika Alloh berkehendak si sakit ini tidak akan sembuh maka ruqyah atau usaha lainnya tidak ada manfaatnya. Karena segala sesuatu itu dengan kehendak Alloh. Seorang mukmin hanya akan mengadu kepada Alloh, beriman dengan takdir dan bersabar menerima takdir. Lebih baik jika bisa ridha dengan ketentuanNya. Jika ingin berobat maka silahkan berobat. Sedangkan meminta untuk diruqyah hukumnya tidaklah haram namun makruh dan menyebabkan derajatnya di sisi Alloh menjadi turun.<br />
<br />
Sedangkan orang yang menjadikan ruqyah sebagai profesi dan berusaha mempopulerkan dirinya sebagai pakar ruqyah bahkan mengiklankan diri di media massa dan membuka ruqyah center, maka orang semisal ini agamanya dipertanyakan. Apa yang mendorongnya melakukan hal tersebut padahal dia sama dengan kaum muslimin yang lain? Keistimewaan apa yang dia miliki? Masih banyak orang yang lebih bertakwa dan lebih berilmu. Prakteknya mereka pun tidak mencukupkan diri dengan ruqyah syar’iyyah bahkan mereka membuat model-model baru dalam ruqyah.<br />
<br />
(Diolah dari As-ilah Muhimmah Haula al Ruqyah wa al Ruqo karya Syeikh Rabi’ al Madkhali)<br />
<br />
sumber www.ustadzaris.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-84694973263258306532011-09-30T03:33:00.000-07:002011-09-30T03:33:26.634-07:00Melamar Kerja dengan Ijazah Hasil MencontekPembahasan yang sangat menarik mengenai hukum melamar kerja dengan ijazah palsu “hasil menyontek”. Penjelasan berikut adalah hasil dialog Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullah- dan Syaikh Muhammad Sholih Al Munajjid -hafizhohullah-. Semoga bermanfaat.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">سؤال : 3481 : الراتب من عمل حصل عليه بشهادة مزورة .</div><br />
<strong>Pertanyaan 3481: Gaji yang didapat dari ijazah palsu</strong><br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">السؤال :<br />
ما حكم الراتب من عمل حصل عليه بشهادات خبرة مزورة ثم أتقن العمل بعد ذلك ، فأول ما توظف بشهادات خبرة مزورة ثم بعد ستة أشهر أتقن العمل مثله مثل أي واحد عنده شهادات حقيقية ، فراتبه بعد الإتقان ما حكمه ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Apa hukum gaji yang didapat oleh orang yang bekerja dengan dasar ijazah keterampilan (semisal ijazah profesi, pent) yang palsu namun pada akhirnya mampu menguasai keahlian tersebut. Ada orang yang masuk kerja dengan ijazah keterampilan yang dipalsukan kemudian setelah enam bulan bekerja dia mampu menguasai pekerjaan ini. Kemampuan yang dia miliki pada akhirnya sama persis dengan pekerja yang memiliki ijazah asli. Apa hukum gaji pegawai semacam ini setelah dia menguasai pekerjaannya?<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الجواب :<br />
الحمد لله عرضنا هذا السؤال على فضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمين حفظه الله فكان هذا الحوار :</div><br />
<strong>Jawaban</strong>, “Pertanyaan ini telah kami (Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid) sampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dan terjadilah dialog sebagai berikut:<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : أنا رأيي أنه لابد أن يَختبر ، إلا إذا كان غشّ في مادة من المواد التي لا علاقة لها في عمله .</div><br />
Ibnu Utsaimin mengatakan, “Menurutku pegawai tersebut harus dites ulang kecuali jika dia hanya melakukan kecurangan ujian (baca:nyontek atau yang lain) pada mata kuliah yang tidak memiliki hubungan dengan pekerjaannya”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">سؤال : هذا مثلا طالب ثانوي زوّر شهادة جامعة – أربع سنوات – .. ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Bagaimana dengan orang yang memiliki ijazah sarjana namun ketika ujian dia melakukan kecurangan?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : العبرة على السنة الأخيرة التي فيها الشهادة ، يعني مثلا لو قدّرنا أنه غشّ في كل المستويات إلا الأخير كفى .</div><br />
<strong>Jawaban Ibnu Utsaimin</strong>, “Yang jadi tolak ukur adalah tahun terakhir. Artinya seandainya ada orang yang melakukan kecurangan dalam ujian kecuali pada ujian semester terakhir maka ijazahnya tidaklah bermasalah”.<br />
<em><strong>Catatan</strong></em>: Fatwa beliau ini berlaku jika transkip ijazah hanya berdasarkan nilai di semester terakhir.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : يعني أربعة والفصل الأخير لم يغش فيه ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Dengan kata lain selama kuliah selama empat tahun tidak melakukan kecurangan dalam ujian kecuali hanya pada semester terakhir saja?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : نعم ، الذي هو يأخذ عليه الشهادة .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Betul, yang jadi tolak ukur adalah nilai semester yang dimasukkan ke dalam ijazah”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : لو كانت الشهادة كلها – حسب سؤاله – أصلا مزورة ، بمعنى انه لم يدرس جامعة أصلا ؟ أو درس تخصصأ آخر – مثلا واحد درس تجارة وأتى لهم بشهادة كمبيوتر مزورة وأتقن العمل – حسب سؤاله – أنه أتقن العمل بعد ذلك ، لكنه لم يغش في آخر فصل مثلا بل لم يدرس هذا التخصص أصلا ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Bagaimana jika ijazah orang tersebut palsu artinya dia sama sekali belum pernah mengenyam bangku kuliah? Atau jurusan kuliah yang yang sebenarnya berbeda dengan ijazahnya, misal ada orang yang kuliah di fakultas ekonomi namun punya ijazah sarjana komputer yang palsu kemudian setelah beberapa saat bekerja di bidang komputer akhirnya dia mahir dalam bidang komputer?<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : لا يجوز ، لابد الآن – مادام أنه أتقن العمل – لابد له أن يختبر .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Tidak boleh baginya untuk bekerja di bidang tersebut namun sekarang setelah dia mengusai bidang tersebut maka dia harus dites ulang oleh perusahaan tempat dia bekerja”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : طبعا الشركة لا علاقة لها بالجامعة ، فتقصد أنه يخرج من العمل ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Tentu perusahaan tidak memiliki kaitan dengan pihak universitas. Menurut anda orang tersebut harus keluar dari tempat dia bekerja?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : يخرج من العمل أو إذا كان عنده استعداد الآن أن يقدم اختبار في المواد ، أو إذا كانت الشركة لا يهمها أن يكون جامعيا أو غير جامعي فلابد أن يختبر في طبيعة العمل .</div><br />
<strong>Jawaban Ibnu Utsaimin</strong>, “Ada beberapa alternatif a) keluar dari tempat kerja, b) jika saat ini orang tersebut memiliki kesiapan hendaknya dia mengajukan diri kepada perusahaan agar mengetesnya terkait dengan mata kuliah yang sangat berhubungan dengan dunia kerja yang dia geluti saat ini, c) atau jika perusahaan tidak mempermasalahkan apakah dia sarjana ataukah bukan sarjana maka orang tersebut hendaknya dites ulang tentang kemampuannya bekerja di bidangnya saat ini”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : إذن يقول للشركة اختبروني ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Jadi pegawai tersebut harus mengatakan kepada pihak perusahaan, Adakan tes ulang untuk diriku”?<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : نعم ، يقول : أنا أريد أن أتأكد من خبرتي ، فأجروا لي اختبارا .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Betul, hendaknya dia sampaikan kepada pihak perusahaan, Aku ingin memastikan kemampuan dalam bekerja maka tolong adakan tes ulang tentang kemampuan kerjaku”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : وليس اختبار الجامعة</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Jadi tes yang dimaksudkan di sini bukan tes yang dilakukan oleh pihak universitas?” .<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : هم لا يهمهم جامعي أو غير جامعي .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Betul, pihak perusahaan tidaklah peduli apakah karyawannya itu sarjana ataukah bukan”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : هم مشترطون في الوظيفة أصلا أن يكون جامعيا وعنده شهادة في الكمبيوتر .</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Bagaimana dengan perusahaan yang mempersyaratkan sarjana dan memiliki ijazah dalam bidang komputer untuk bisa bekerja di perusahaan tersebut?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : معناه شرطان ، أن يكون جامعيا وأن يكون عنده خبرة في الكمبيوتر ، معناه لابد أن يأخذ شهادة جامعة</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Jadi ada dua kriteria a) sarjana, b) memiliki kemampuan di bidang komputer. Dengan kata lain orang tersebut harus benar-benar memiliki ijazah sarjana yang asli” .<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">- : إذن لابد أن يقول لهم أنا زورت الشهادة ، فتقبلوا بوضعي الآن بعدما أتقنت العمل أو أخرج . يعني لابد أن يبين لهم .</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Jadi si pegawai harus menyampaikan kepada pihak perusahaan bahwa dia masuk kerja dengan ijazah palsu? Sehingga perusahaan memiliki dua pilihan yaitu menerima keadaan orang tersebut saat ini karena dia saat ini telah menguasai bidang yang dia tangani atau pegawai tersebut keluar kerja. Dengan kata lain, si pegawai harus menjelaskan kepada tempat dia bekerja keadaan dirinya yang sebenarnya?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الشيخ : نعم . أهـ ، الله اعلم .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Betul”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;"><a href="http://islamqa.com/">الإسلام سؤال وجواب (www.islam-qa.com)</a></div><div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">سؤال : 6418 : غش في اختبارات الشهادة الجامعية وتوظّف بها .</div><strong>Curang dalam ujian untuk mendapatkan ijazah sarjana lalu bekerja dengan ijazah tersebut</strong><br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">السؤال :<br />
جاء بشهادة جامعية مزورة تعين في العمل بناءً عليها ، وآخر جاء بشهادة جامعية صحيحة لكن قد غش في بعض امتحاناتها ، وآخر زوّر ورقة من متطلبات العمل كشهادة الخبرة ، وقد عملوا وفهموا العمل تماماً ، فماذا يفعل كل من أصحاب هذه الحالات وقد تابوا ؟ علماً أن بعض الأعمال حكومية وبعضها شركات خاصة .</div><br />
Ada orang yang bekerja dengan sebab ijazah sarjana yang palsu. Ada juga yang memiliki ijazah sarjana yang asli namun pernah menyontek pada salah satu ujian semesteran. Ada juga yang melengkapi persyaratan kerja berupa ijazah ketrampilan atau profesi palsu. Mereka semua telah bekerja dan menguasai pekerjaannya dengan baik. Apa yang harus dilakukan mereka bertiga setelah mereka bertaubat? Perlu diketahui bahwa sebagian di antara mereka PNS namun ada juga yang bekerja di perusahaan swasta.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">الجواب :<br />
الحمد لله عرضنا هذا السؤال على فضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمين فأجاب حفظه الله :<br />
كل ما بُنِيَ على باطل فهو باطل ، وعلى هؤلاء أن يعيدوا الامتحان في الشهادة التي بني عليها راتبه . ولكن إذا قُدِّرَ أن الشهادة الأخيرة ليس فيها غش وكانوا يغشون في المراحل التي قبلها فهذا أرجو الله أن لا يكون فيه بأس .</div><br />
Pertanyaan di atas telah kami sampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dan jawaban beliau adalah sebagai berikut, “Jika pondasi rusak maka bangunannya tentu rusak. Kewajiban tiga jenis orang di atas adalah mengulang ujian untuk mendapatkan ijazah yang dengan sebab ijazah tersebut mereka bisa mendapatkan gaji. Namun seandainya saat ujian semester terakhir orang tersebut tidak menyontek dan menyontek hanya dilakukan pada semester-semester sebelumnya maka aku berharap orang tersebut tidak berdosa disebabkan gaji yang didapatkan dengan ijazah semacam itu”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">س : لكن الشهادة تمنح على جميع المقررات المدروسة خلال سنوات الدراسة .</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Namun nilai yang diberikan di ijazah atau di transkip nilai adalah nilai untuk semua mata kuliah yang diajarkan selama masa belajar”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">ج : إذاً لا يجوز حتى يعيد الاختبار على وجه سليم .</div><br />
<strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Jika demikian orang tersebut tidak boleh menerima gajinya sehingga dia mengulang semua ujian tanpa contekkan”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">س : الآن عملياً لو تقدم للجامعة وقال لهم أريد أن أعيد الاختبار لقالوا له إن النظام لا يسمح له بذلك ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Namun realitanya, andai orang tersebut menghadap ke pihak universitas dan menyampaikan keinginannya untuk melakukan ujian ulang maka pihak universitas akan mengatakan bahwa sistem pembelajaran yang ada tidak mengizinkan hal semacam itu”.<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">ج : إذاً يستقيل من العمل ثم يعمل على حسب الشهادة التي ليس فيها غش ، كشهادة الثانوية مثلاً .</div><strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Jika demikian hendaknya orang tersebut keluar dari tempat kerjanya kemudian mencari pekerjaan baru sesuai dengan ijazah sekolah yang tidak tercemar dengan menyontek atau melakukan kecurangan ketika ujian semisal ijazah SMA-nya”.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">س : الآن هو يقول : أنا فهمت العمل تماماً ، وخبرتي في العمل تؤهلني للعمل حتى بدون الشهادة ؟</div><br />
<strong>Pertanyaan</strong>, “Bagaimana jika pegawai tersebut mengatakan bahwa dia telah menguasai pekerjaan dengan baik dan kemampuannya dalam bekerja menyebabkan dia berhak untuk bekerja meski tidak memiliki ijazah?”<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">ج : إذاً يقدِّم للمسؤولين في المصلحة التي يعمل فيها ، ويقول القضية كذا وكذا ، فإذا أذنوا له بالاستمرار بناءً على أنه أجاد العمل ، فأرجو أن لا يكون في هذا بأس .</div><strong>Ibnu Utsaimin menjawab</strong>, “Jika demikian, hendaknya dia melapor ke bagian personalia tempat dia bekerja dan menyampaikan bahwa realita senyatanya dari ijazahnya adalah demikian dan demikian. Jika pihak tempat dia bekerja mengizinkan orang tersebut untuk tetap bekerja di tempat tersebut dengan pertimbangan bahwa dia telah menguasai pekerjaan dengan baik maka aku berharap moga dia tidak berdosa jika tetap bekerja di tempat tersebut”.<br />
<br />
<a href="http://islamqa.com/">الإسلام سؤال وجواب (www.islam-qa.com</a><br />
<br />
Sumber:<br />
<ul><li><a href="http://www.saaid.net/Doat/Zugail/27.htm">http://www.saaid.net/Doat/Zugail/27.htm</a></li>
<li> <a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a> </li>
</ul>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-42937647409990329552011-09-30T03:27:00.000-07:002011-09-30T03:27:47.540-07:00Pengrusak UmatKerusakan yang terjadi di dunia ini hanya disebabkan ulah tiga jenis manusia sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Mubarok.<br />
<br />
Beliau mengatakan dalam syairnya,<br />
<br />
<i>Kuyakini dosa itu mematikan hati<br />
Terus menerus melakukan dosa hanya menyebabkan kehinaan<br />
Meninggalkan dosa adalah sebab hidupnya hati<br />
Yang lebih baik bagimu adalah menjauhi dosa<br />
Tidaklah pengrusak agama melainkan para raja<br />
Demikian pula ulama’ jahat dan para ahli ibadah</i><br />
<br />
Para raja (baca: pejabat) yang jahat itu menentang dan melawan syariat dengan dengan kedok kepentingan politik. Mereka lebih mengutamakan logika-logika politik dari pada hukum Alloh dan rasulNya.<br />
<br />
Sedangkan <i>ulama’ su’ </i>(jahat) yaitu ulama yang telah keluar dari koridor syariat dengan bertopeng pendapat dan analog yang rusak karena pendapat dan analog tersebut berisikan penghalalan hal-hal yang diharamkan oleh Alloh dan rasulNya, mengharamkan yang dimubahkan, menganggap yang tidak Alloh anggap, tidak menganggap yang Alloh anggap, membatasi hal-hal yang tidak Alloh batasi dan membebaslepaskan hal-hal yang Alloh batasi serta perbuatan-perbuatan lain semisal di atas.<br />
<br />
Ahli ibadah yang dimaksudkan adalah orang-orang sufi yang tidak faham hukum-hukum agama. Mereka menentang syariat dan iman dengan perasaan, intuisi, imajinasi dan kasyaf yang batil, berasal dari setan. Semuanya mengandung menetapkan aturan agama yang tidak Alloh izinkan, membatalkan agama yang Alloh tetapkan melalui lisan rasulNya. Mereka tukar iman dengan tipuan setan dan kepuasan diri pribadi.<br />
<br />
Golongan pertama memiliki prinsip jika logika politik bertabrakan dengan syariat maka kami akan mendahulukan politik. Sedangkan golongan kedua berpedoman jika logika bertentangan dengan aturan wahyu maka kami akan mengedepankan logika kami. Di sisi lain golongan ketiga menegaskan jika kasyaf dan perasaan tidak sejalan dengan aturan syariat maka kami akan menomersatukan perasaan dan kasyaf (Syarh Aqidah Thohawiyyah, Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi 1/235-236).<br />
<br />
Terkait bahaya ulama yang jahat Ibnul Qoyyim mengatakan, “Ulama-ulama’ yang jahat itu duduk di depan pintu surga. Mereka ajak manusia ke surga dengan ucapan mereka namun mereka ajak manusia ke neraka dengan amal perbuatan mereka sendiri. Setipa kali mulutnya bicara kepada manusia, “Ayo masuk surga” tindak tanduknya mengatakan, “Jangan dengarkan omongannya”. Seandainya yang mereka dakwahkan adalah sebuah kebenaran tentu mereka adalah orang yang pertama kali menerima ajakan tersebut. Secara penampilan mereka adalah penunjuk jalan padahal sebenarnya mereka adalah para perampok” (al Fawaid hal 67).<br />
<br />
Ulama su’ (ulama yang jahat) orang yang bermaksud dengan ilmu yang dimiliki untuk bisa bersenang-senang dengan nikmat dunia dan ilmu tersebut bisa jadi sarana mendapatkan kedudukan di mata orang-orang yang memiliki dunia.<br />
<br />
Nabi bersabda, “Sungguh ada yang lebih aku takutkan bahayanya bagi kalian dari pada dajjal”. Ada yang bertanya, “Apa itu?” Nabi bersabda, “Pemimpin (dalam agama) yang menyesatkan” (HR Ahmad dari Abu Dzar dengan sanad yang jayyid).<br />
<br />
Abu Darda’ mengatakan, “Seorang itu tidak bisa disebut ulama’ sampai mengamalkan ilmu yang dimilikinya” (Ibnu Hibban dalam Raudhotul ‘Uqala’).<br />
<br />
Al Hasan al Bashri berkata, “Barang siapa yang berambah ilmu namun makin rakus dengan dunia maka ilmunya tersebut hanya menyebabkannya makin jauh dari Alloh” (Ibnu Hibban dalam Raudhotul ‘Uqala’)<br />
Umar bin Khotob mengatakan, “Yang paling aku khawatirkan terhadap umat ini adalah adanya munafik yang berilmu”. Ada yang bertanya, “Bagaimana munafik bisa menjadi seorang yang berilmu?” Beliau mengatakan, “Itulah seorang yang lisannya adalah lisan orang yang berilmu namun hati dan amalnya adalah hati dan amal orang yang bodoh”.<br />
<br />
Al Hasan al Bashri mengatakan, “Janganlah engkau menjadi orang yang mengumpulkan ilmu para ulama’, perkataan orang-orang yang bijak namun amalnya adalah amal orang yang tidak faham agama”.<br />
Ada seorang yang bertanya kepada Ibrahim bin ‘Uyainah, “Siapakah orang yang paling menyesal?” Beliau berkata, “Untuk di dunia adalah orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih. Sedangkan pada saat kematian adalah seorang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya”.<br />
Sufyan ats Tsauri berkata, “Ilmu itu mengajak untuk diamalkan. Jika ajakannya tidak direspon maka dia akan pergi”.<br />
<br />
Abdullah bin Mubarok mengatakan, “Seorang itu dinilai sebagai orang yang berilmu selama masih mau menuntut ilmu. Jika dia sudah beranggapan bahwa dirinya berilmu maka sebenarnya dia adalah orang yang bodoh”.<br />
<br />
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Sungguh aku kasihan dengan tiga jenis manusia, seorang pembesar yang menjadi hina, orang kaya yang jatuh miskin dan seorang ulama’ yang menjadi bulan-bulanan dunia”.<br />
Al Hasan al Bashri mengatakan, “Hukuman untuk ulama adalah dengan memiliki hati yang mati. Sedangkan hati akan menjadi mati dikarenakan mencari dunia dengan amal akherat”. Beliau lantas bersyair,<br />
Aku heran dengan orang yang menukar hidayah dengan kesesatan.<br />
Namun orang yang menukar agama dengan dunia, aku lebih heran.<br />
Lebih heran lagi adalah orang yang menukar agamanya dengan dunia orang lain.<br />
Yang satu ini lebih mengherankan lagi”.<br />
<br />
Umar bin al Khotob berkata, “Jika kalian melihat seorang ulama yang cinta dunia maka waspadailah agama kalian. Setiap orang yang cinta itu akan tenggelam dalam yang dia cintai”.<br />
<br />
Ada seorang ulama salaf yang berkirim surat kepada rekannya berisi untaian nasehat, “Engkau telah diberi ilmu, janganlah kau padamkan cahaya ilmumu dengan kegelapan dosa. Akhirnya engkau berada dalam kegelapan sedangkan orang-orang yang berilmu berjalan dengan cahaya ilmu mereka”.<br />
<br />
Dari Usamah bin Zaid, Aku mendengar Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>bersabda, “Ada seorang yang didatangkan pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam neraka. Isi perutnya keluar lalu orang tersebut mengitarinya sebagaimana keledai mengelilingi alat penggiling gandum. Penduduk neraka lantas mengerumuninya lalu bertanya, “Ada apa dengan dirimu?” Dia berkata, “Dahulu aku mengajak berbuat baik namun aku sendiri tidak pernah melakukannya. Aku juga melarang kejelekan tetapi malah kulanggar sendiri” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan betapa besar siksaan yang dirasakan oleh orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya. Hal ini disebabkan dia melakukan maksiat dalam keadaan tahu.<br />
<br />
sumber : <a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-24826516019194496352011-09-30T03:22:00.000-07:002011-09-30T03:22:53.938-07:00Sebab Kemusyrikan Pertama di Masa Nabi Nuh<strong>Tanya</strong> :<br />
<br />
“Ketika Nabi Nuh mendakwahi kaumnya apakah beliau mendakwahi kaumnya karena mereka musyrik ataukah karena mereka orang-orang yang tidak tahu?”.<br />
<br />
<br />
<br />
<span id="more-1271"></span><br />
<strong>Jawab</strong>:<br />
<br />
Nabi Nuh mendakwahi kaumnya agar bertauhid karena mereka itu musyrik. Kemusyrikan telah tersebar di zaman Nuh. Allah <em>Ta’ala </em>berfirman,<br />
<br />
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ<br />
<br />
“<em>Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan</em>” (QS al Baqarah:213).<br />
<br />
Ibnu Abbas mengatakan, “Antara masa Nabi Adam dengan Nabi Nuh terdapat <span style="text-decoration: underline;">sepuluh generasi</span>. Mereka seluruhnya adalah orang-orang yang bertauhid. Baru setelah itu terjadilah kemusyrikan di tengah-tengah kaum Nuh”.<br />
<br />
Dalam Shahih Bukhari terdapat penjelasan tentang sebab terjadinya kemusyrikan tersebut. Di tengah-tengah kaum Nuh terdapat lima orang shalih yaitu <strong><em>wadd, suwa’</em>, <em>yaghuts, ya’uq </em>dan </strong><em><strong>nasr</strong>. </em>Kelima orang ini meninggal dunia hampir berbarengan. Setelah mereka semua meninggal kaum Nuh mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Mereka lantas berkata, “Andai kita membuat patung lima orang tersebut tentu kita akan lebih semangat beribadah”. Akhirnya niatan ini mereka realisasikan. Pada generasi berikutnya setan memberi bisikan bahwa nenek moyang kalian membuat patung ini karena mereka berdoa kepada patung dan memohon hujan kepada patung tersebut. Kemudian disembahlah patung tersebut. <strong>Dengan ini terjadilah kemusyrikan yang pertama kali.</strong><br />
<br />
Jadi penyebab terjadinya kemusyrikan untuk untuk pertama kalinya adalah <span style="text-decoration: underline;">pembuatan patung orang-orang shalih dan ‘nenepi’ di dekat makam mereka.</span><br />
<br />
Setelah terjadi kemusyrikan Allah mengutus Nuh. Sehingga Nuh adalah rasul pertama yang Allah kiriman setelah terjadinya kemusyrikan. Sedangkan Adam adalah nabi yang diajak bicara secara langsung oleh Allah dan diutus pada anak-anaknya. Saat itu belum ada kemusyrikan. Demikian pula <strong>Syits </strong>adalah nabi sebelum Nuh namun saat itu belum ada kemusyrikan.<br />
<br />
Jadi Nuh adalah rasul utusan Allah yang pertama kali Allah utus setelah terjadinya kemusyrikan. Nuh mendakwahi kaumnya selama 950 tahun agar mereka mau bertauhid dan meninggalkan kemusyrikan.<br />
<br />
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ<br />
<br />
“<em>Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Ny</em>a (QS al A’raf:59).”<br />
<br />
<strong>[Disarikan dari <em>Ajwibah Mufidah an Masa-il Adidah</em> karya Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi hal 1-4].</strong><br />
<br />
<strong><span style="font-weight: normal;">Sumber : www.ustadzaris.com</span> </strong>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-77399740607116924392011-09-30T03:20:00.000-07:002011-09-30T03:20:10.154-07:00Adakah Syarat “Laa ilaha illallahu”?السؤال: أحسن الله إليكم وبارك فيكم السائلة من الأردن في سؤالها هذا تقول يا فضيلة شيخ محمد ما هي شروط لا إله إلا الله وضحها لنا<br />
يا شيخ؟<br />
<br />
Moderator program <em>Nur ‘alad Darbi</em> mengatakan, “Semoga Allah memberi kebaikan dan keberkahan untuk anda. Ada seorang penanya dari Yordania mengajukan pertanyaan sebagai berikut ‘Apa sajakah syarat laa ilaha illallahu? Tolong jelaskan!’<br />
<br />
الجواب<br />
الشيخ: لا تحتاج إلى شروط توضح<br />
<br />
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin, “<em>Laa ilaha illallahu</em> tidak memerlukan syarat yang memperjelas maksud kandungannya.<br />
<br />
واضحة بنفسها لا إله إلا الله يعني لا معبود حق إلا الله يجب أن يشهد الإنسان بذلك بقلبه ولسانه وجوارحه<br />
<br />
Kalimat tauhid itu sudah jelas dengan sendirinya. Makna <em>laa ilaha illallahu</em> adalah tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah. Seorang muslim wajib memberikan persaksian tentang hal tersebut dengan hati, lisan dan anggota badannya.<br />
<br />
فبقلبه يعتقد اعتقادا جازما أنه لا معبود حق إلا الله وأن جميع ما يعبد من دون الله فهو باطل كما قال تعالى (ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ)<br />
<br />
<strong>Pertama </strong>adalah menyakini dengan kuat di dalam hati bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan segala yang disembah selain Allah adalah sesuatu yang sebenarnya tidak berhak untuk disembah, sebagaimana firman Allah yang artinya, “<em>Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah sesembahan yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang maha tinggi lagi maha besar</em>” (QS al Hajj: 62).<br />
<br />
ثانيا أن يقول ذلك بلسانه مادام قادر على النطق لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال (حتى يشهدوا ألا إله إلا الله) فلابد من النطق لمن كان قادرا عليه فأما الأخرس فيكتفى باعتقاد قلبه<br />
<br />
<strong>Kedua</strong>, laa ilaha illallahu tersebut diucapkan dengan lisan selama orang tersebut adalah orang yang mampu mengucapkannya karena Nabi mengatakan ‘Sampai mereka mau bersyahadat laa ilaha illalllahu’. Jadi harus ada ucapan bagi orang yang mampu mengucapkannya. Untuk orang yang bisu, cukup dengan keyakinan hati mengenai la ilaha illallahu tanpa perlu mengucapkannya.<br />
<br />
ثالثا لابد من تحقيق هذه الكلمة وذلك بالعمل بمقتضاها بألا يعبد إلا الله ولا يصرف شيئا من أنواع العبادة لغير الله<br />
<br />
<strong>Ketiga</strong>, kalimat tersebut harus memiliki wujud nyata. Caranya dengan mengamalkan isi kandungannya dengan tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah dan tidak beribadah kepada selain Allah.<br />
<br />
فمن أشرك بالله ولو شركا أصغر فإنه لم يحقق معنى قول لا إله إلا الله ومن تابع غير الرسول عليه الصلاة والسلام مع مخالفته للرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم فإنه لم يحقق معنى لا إله إلا الله ولهذا كان النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم يكتفي بقول لا إله إلا الله حتى فيما يظن الإنسان أنه قال غير مخلص بها<br />
<br />
Siapa saja yang menyekutukan Allah meski dalam bentuk syirik kecil maka dia adalah seorang yang tidak mewujudkan makna laa ilaha illallah secara nyata. Orang yang mengikuti selain Rasulullah atau menyelisihi ajaran Rasulullah adalah orang yang tidak mewujudkan makna kandungan la ilaha illallah secara nyata.<br />
<br />
فلهذا نقول لابد من النطق بها باللسان والعمل بمقتضاها بالأركان والاعتقاد بمعناها ومدلولها في الجنان أي في القلب.<br />
<br />
Oleh karena itu kami tegaskan agar laa ilaha illallahu itu bermanfaat maka harus diucapkan dengan lisan, isi kandungannya dipraktekkan di alam nyata dengan menggunakan anggota badan dan menyakini isi kandungannya dengan hati”.<br />
<br />
Sumber:<br />
<ul><li><b>http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_1510.shtml</b></li>
<li><b><a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a></b></li>
</ul><br />
Artikel www.arjunaliasibnuhaddad.blogspot.com Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-70435849325785896312011-09-30T03:13:00.000-07:002011-09-30T03:13:47.779-07:00Tidak Memakai Peci Saat SholatPertanyaan:<br />
<br />
Ustadz, apa hukum laki2 yg tdk memakai peci atau kopiah saat sholat..?<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Allah berfirman,<br />
<br />
<div style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;"><strong>يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ</strong></div><br />
Yang artinya, “Wahai anak keturunan Adam kenakanlah pakaian perhiasan kalian setiap kali kalian mengerjakan shalat” [QS al A’raf:31]. <br />
<br />
Syaikh Abdurrahman as Sa’di menjelaskan ayat di atas dengan mengatakan, “Maknanya tutupilah aurat kalian ketika kalian mengerjakan shalat baik shalat yang wajib maupun shalat sunah karena tertutupnya aurat itu menyebabkan indahnya badan sebagaimana terbukanya aurat itu menyebabkan badan nampak jelek dan tidak sedap dipandang.<br />
<br />
Zinah [perhiasan] dalam ayat di atas bisa juga bermakna pakaian yang lebih dari sekedar menutup aurat itulah pakaian yang bersih dan rapi.<br />
<br />
Jadi dalam ayat di atas terdapat perintah untuk menutupi aurat ketika ketika hendak mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang menyebabkan orang yang memakainya nampak sedap dipandang mata serta memakai pakaian yang bersih dari kotoran dan najis” [Taisir Karim ar Rahman hal 311, terbitan Dar Ibnul Jauzi , cet kedua 1426 H].<br />
<br />
Berdasarkan makna yang kedua yang disampaikan oleh Ibnu Sa’di di atas maka ketika kita mengerjakan shalat kita dianjurkan untuk memakai pakaian perhiasan. Itulah pakaian yang menyebabkan kita sedap dipandang jika kita memakainya. Tolak ukur pakaian perhiasan adalah kebiasaan masyarakat sehingga berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain, satu zaman dengan zaman yang lain.<br />
Sehingga jika di suatu daerah memakai peci adalah bagian dari berpakaian rapi dan menarik ketika shalat maka memakai peci adalah suatu hal yang dianjurkan sehingga tidak memakai peci dalam kondisi tersebut berarti melakukan hal yang kurang afdhol. Akan tetapi hukum memakai peci menjadi berbeda manakala kita<br />
berdomisili di suatu yang tidak menilai berpeci sebagai bagian dari kerapian berpakaian dalam shalat.<br />
<br />
sumber : www.ustadzaris.com<br />
<br />
Artikel www.arjunaliasibnuhaddad.blogspot.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-31714504876889543802011-09-30T03:08:00.000-07:002011-09-30T03:09:56.356-07:00Hukum Menceritakan Mimpi Buruk<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
assalamualaikum ustadz<br />
saya mau tanya tentang arti mimpi teman saya, dia perempuan, mimpinya seperti cerita yang bersambung..<br />
Dia bermimpi dirumahnya banyak ular, lalu dia bermimpi lagi di atas perutnya ada ular yang tidur lalu dia bermimpi lagi dia berhadapan dengan ular, di mimpinya temannya dia menyuruh agar dia memegang kepala ular itu, setelah dipegang, ular itu membesar, ular itu meniup-niup dia hingga nangis dan pingsan. Artinya apa ustadz?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Itu adalah mimpi jelek yang berasal dari setan dan Nabi melarang kita menceritakan mimpi jelek yang kita alami kepada siapa pun.<br />
<br />
<div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 26px; text-align: center;">عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُ فِى الْمَنَامِ كَأَنَّ رَأْسِى ضُرِبَ فَتَدَحْرَجَ فَاشْتَدَدْتُ عَلَى أَثَرِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَعْرَابِىِّ « لاَ تُحَدِّثِ النَّاسَ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِكَ فِى مَنَامِكَ ». وَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدُ يَخْطُبُ فَقَالَ « لاَ يُحَدِّثَنَّ أَحَدُكُمْ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِى مَنَامِهِ ».</div><br />
Dari Jabir, ada seorang arab badui datang menemui Nabi lantas berkata, “Ya rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi lantas bersabda kepada orang tersebut, “Janganlah kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “Janganlah salah satu kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi” [HR Muslim no 6063].<br />
<br />
Sumber : <a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a><br />
<br />
Artikel www.arjunaliasibnuhaddad.blogspot.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-64271840551732679502011-09-30T03:06:00.000-07:002011-09-30T03:06:17.245-07:00Hukuman Pengedar NarkobaFatwa Syaikh Ibnu Jibrin <i>rahimahullah </i>mengenai <i>“Hukuman Pengedar Narkoba</i>“.<br />
<br />
ما هي العقوبة في الدنيا والآخرة للمدمن والمروج<br />
<br />
<b>Hukuman di Dunia dan di Akherat bagi Pecandu dan Pengedar Narkoba</b><br />
<br />
س: ما هي العقوبة في الدنيا والآخرة للمدمن والمروج ؟<br />
<br />
<br />
Pertanyaan, “Apa hukuman di dunia ataupun di akherat bagi pecandu dan pengedar narkoba?<br />
<br />
ج: العقوبة في الدنيا بقدر ما يحصل به الانزجار، وقد شرع في شرب الخمر الجلد أربعين جلدة، ولما لم يردعوا زادها عمر بن الخطاب إلى الثمانين،<br />
<br />
Jawaban Syaikh Ibnu Jibrin,<br />
“Hukuman yang tepat bagi mereka di dunia adalah hukuman yang bisa membuat mereka jera. Untuk peminum khamr syariat Islam menetapkan hukuman cambuk sebanyak 40 kali. Tatkala banyak orang tidak lagi merasa kapok jika hanya dicambuk sebanyak itu, Umar bin al Khatab memberikan tambahan hukuman sehingga genap menjadi 80 kali cambukan.<br />
<br />
<br />
وورد في الحديث المرفوع: إذا شرب فاجلدوه ثم إذا شرب فاجلدوه؟، ثم إن شرب فاجلدوه، ثم إن عاد في الرابعة فاقتلوه وهو صحيح، مروي من عدة طرق،<br />
<br />
Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan, “<i>Jika ada orang yang minum khamr maka cambuklah. Jika dia tertangkap untuk kedua kalinya maka cambuklah. Jika tertangkap untuk ketiga kalinya maka cambuklah. Jika dia tertangkap untuk keempat kalinya dalam kasus minum khamar maka silahkan dihukum mati</i>”. Hadits ini sahih dan memiliki beberapa sanad.<br />
<br />
وأما في الآخرة فقد قال النبي -صلى الله عليه وسلم- من شرب الخمر في الدنيا لم يشربها في الآخرة <br />
<br />
Sedangkan untuk hukuman di akherat, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>mengatakan, “<i>Siapa saja yang meminum khamr di dunia maka dia tidak akan meminumnya di akherat</i>”.<br />
<br />
وأخبر أن من تكرر منه شربها كان حقا على الله أن يسقيه من طينة الخبال (عصارة أهل النار)<br />
<br />
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga memberitakan bahwa siapa saja yang berulang kali meminum khamar maka Allah mewajibkan dirinya sendiri untuk memberi minuman berupa <i>thinatul khabal </i>untuk orang tersebut. Thinatul khabal adalah nanah penduduk neraka.<br />
<br />
وقال: لا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن <br />
<br />
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda, “<i>Tidaklah beriman orang yang minum khamr pada saat dia minum khamr</i>”.<br />
<br />
ولا شك أن المخدرات والدخان أشد ضررا من الخمر، فهي أشد عقوبة وأكبر إثما،<br />
<br />
Tidaklah diragukan bahwa narkoba dan rokok itu lebih berbahaya dibandingkan dengan khamr. Oleh karena itu, <b>hukuman terkait dengan narkoba itu jauh lebih keras</b>. Dosa yang terkait dengannya juga lebih besar.<br />
<br />
وقد أفتى علماء السنة بأن المروج يستحق القتل، لأنه من المفسدين في الأرض، فضرره على الأديان أعظم من ضرر السم على الأبدان.<br />
<br />
Para ulama ahli sunah telah membawakan bahwa pengedar narkoba itu berhak mendapatkan <b>hukuman mati</b>. Dengan pertimbangan bahwa orang tersebut termasuk orang yang merusak di muka bumi. Sehingga bahaya yang mengancam agama dari orang tersebut lebih gawat dibandingkan bahaya racun bagi badan.<br />
<br />
الفتاوى الشرعية في المسائل الطبية الجزء الأول -65-<br />
<br />
Fatwa di atas tercantum dalam buku al Fatawa al Syar’iyyah fi al Masai al Thibbiyyah juz 1 hal 65<br />
<br />
Sumber:<br />
<ul><li> http://www.ibn-jebreen.com/book.php?cat=6&book=49&toc=2197&page=2033&subid=17220</li>
<li> <a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a></li>
</ul>Artikel www.arjunaliasibnuhaddad.blogspot.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-17550726520793257762011-09-30T02:57:00.000-07:002011-09-30T02:57:17.952-07:00Hukum Membunuh Semut Rumahanما حكم قتل النمل القارص ، حتى لو لم يقرص ، وكذا قتل باقي أنواع الحشرات ، التي في المنازل وغيرها ، حتى لو لم يكن منها الأذى ؟<br />
<br />
Pertanyaan, “Apa hukum membunuh semut yang suka menggigit meski ketika itu sedang tidak menggigit? Demikian pula, apa hukum membunuh binatang-binatang kecil lain yang biasa ada di rumah atau pun tempat yang lain meski tidak mengganggu?”<br />
<br />
الإجابة :<br />
ينتبه أن لا يقتل إلا ما كان مؤذيا ، أما الذي لا يؤذي فلا يقتل ، والأذى أنواع ، ومن الأذى بأن يكون وجودها في البيت ، وفي أماكن الجلوس ، هذا يعتبر نوعا من الأذى ، لا أحد يقبل الحشرات في بيته ، فيجوز إبعادها أو قتلها ، لا حرج إن شاء الله تعالى . والله أعلم .<br />
<br />
Jawaban Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al Ubaikan, “Perhatikan, tidak boleh membunuh hewan kecuali yang mengganggu. Sedangkan hewan yang tidak mengganggu itu tidak boleh dibunuh. Bentuk gangguan hewan kepada manusia itu beragam bentuknya. Diantara bentuk gangguan hewan adalah keberadaannya di dalam rumah, atau di tempat-tempat yang biasa diduduki oleh orang. Kondisi ini terhitung gangguan. Tidak ada seorang pun yang ingin rumahnya dipenuhi oleh berbagai macam hewan kecil-kecil. Sehingga hewan-hewan yang ada di rumah itu boleh diusir atau pun dibunuhi. Sekali lagi, hukumnya adalah tidak mengapa, insya Allah”.<br />
<br />
Sumber:<br />
<ul><li>http://al-obeikan.com/show_fatwa/3234.html</li>
<li> <a href="http://ustadzaris.com/">www.ustadzaris.com</a> </li>
</ul>Artikel : www.arjunaliasibnuhaddad.blogspot.comIbnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-72867204379130120892011-09-29T03:16:00.000-07:002011-09-29T03:16:22.891-07:00Baca Tempatmu Sebelum Engkau Meledakkan !<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: left;">Petasan atau mercon, sensasi yang menyemarak ketika datang bulan yang mulia ini, bagaikan budaya di kalangan segelintir masyarakat di Indonesia. Suatu hal yang sangat disayangkan terjadi di tengah syabab (pemuda) bangsa yang seharusnya mengisi bulan suci ini dengan menuntut ‘ilmu dan banyak beribadah sesuai tuntunan Rasul-Nya, namun malah terlena oleh kesenangan sejenak. Saudara-saudaraku mari kita melihat bagaimana tinjauan agama Islam akan hal ini.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: left;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">Kita perlu memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud : “Para sahabat sedang dalam perjalanan bersama Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam,</i> lalu mereka beristirahat di suatu tempat. Saat itu ada seorang kaum muslim dalam rombongan tersebut tidur dibawah sebatang pohon, lalu datang teman-temannya ingin mengejutkannya dengan cara mengambil tombak miliknya. Ketika diambil tombaknya tersebut, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">terkejut</i></b>lah sahabat yang tidur tadi sehingga orang-orang disekitarnya tertawa-tawa. Rasul-pun bertanya : apa yang membuat kalian tertawa? Mereka menjawab : tidak ada wahai Rasulullah, kecuali kami hanya mengambil tombaknya saat ia tertidur sehingga ia terbangun dan terkejut, maka kami tertawa-tawa. Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> bersabda : <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim lainnya.”<o:p></o:p></i></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Berkata Imam Asy-syaukani dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Naulil Author </i>: hadits ini menunjukkan tidak boleh menakut-nakuti seorang muslim, sekalipun hanya bersenda gurau.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Ini merupakan dalil pengharaman menakut-nakuti (mengejutkan) kaum muslimin, meskipun hanya bersenda gurau. Sensasi apalah yang dirasakan ketika melihat dan mendengar mercon itu meledak, namun kita dihukumi berdosa, bukankah tempatnya dosa adalah neraka? Apakah kita telah melupakan mati dan hari pertanggung jawaban?<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Subhanallah, tahukah kita bahwa islam mewajibkan kita untuk mawas diri akan keselamatan diri sendiri dan saudara seagama kita? Wahai saudara-saudaraku, berikut terdapat sebuah hadits yang menakjubkan tentang bagaimana Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam </i>menjaga nyawa seorang muslim. Baca dan dengarlah dengan hati sebelum membaca dan mendengar dengan mata dan telinga.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- ; Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam </i>bersabda : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Janganlah salah seorang dari kamu mengarahkan senjatanya kepada saudaranya, sesungguhnya dia tidak tahu. Bisa jadi syaithan itu mencabut senjata itu dari tangannya lalu mengenakannya, sehingga mencampakkan dia ke dalam liang neraka.” </i>(Muttafaq ‘alaih)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Wahai kaum muslimin, kalau menakut-nakuti itu saja tidak boleh, bagaimana dengan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">bom</i></b> yang sedahsyat itu diledakkan di dua hotel di Jakarta yang tidak diragukan lagi di sana banyak kaum muslimin sehingga menumpahkan darah mereka dan membuat mereka dihantui oleh ketakutan, tentu hukumnya lebih besar lagi.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Dari Jabir bin Abdillah ; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“seorang pria berjalan di dalam masjid sedang menyandang banyak anak panah yang mata panahnya keluar(nampak), lalu Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam memerintahkan untuk menutup mata panahnya itu agar tidak mengenai kaum muslimin.” </i>(Muttafaq ‘alaih)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Sampai seperti itu Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> kita, kaum muslimin. Kalaulah petasan ini adalah masalah yang sepele, bagaimanalah hukumnya dengan peledakan bom yang mereka namakan jihad itu?<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Dari Ibnu ‘Umar -semoga Allah meridhai keduanya- ; Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> bersabda : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Barangsiapa yang mengangkat/mengarahkan senjatanya kepada kami, tidak termasuk golongan kami” </i>(HR. Bukhori dan Muslim)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Jika Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> saja berlepas diri dari perbuatan tersebut, maka wajib bagi setiap muslim yang mengaku mengikuti Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> berlepas diri dari aksi-aksi teror dan perbuatan-perbuatan tersebut apapun namanya, meskipun dinamakan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jihad</i> oleh manusia.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Dari Ibnu ‘Umar : Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> : “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seorang muslim itu senantiasa berada dalam kelapangan urusan agamanya selama dia tidak menumpahkan darah yag haram”</i> (HR. Bukhori)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Berkata Ibnu ‘Umar : Sesungguhnya termasuk kebinasaan yag tidak ada jalan selamat darinya, yaitu orang yang mencampakkan dirinya dalam kebinasaan dengan menumpahkan darah yang haram untuk ditumpahkan.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Dari Buraidah -semoga Allah meridhainya- ; Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> bersabda : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“membunuh seorang muslim itu lebih berat di sisi Allah daripada lenyapnya dunia ini”</i> (HR. An-Nasa’i)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Lihat betapa mahalnya kita, namun tidak dibenarkan pula membunuh kafir yang dalam perjanjian, karena yang boleh dibunuh adalah kafir yang mengangkat pedangnya kepada kita(kaum muslimin) sebagaimana hadits berikut.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Dari ‘Ali bin abi tholib ; Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam</i> : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Jaminan keamanan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sorang muslim kepada orang kafir itu satu (sama), apabila ada seorang muslim yang menjamin seorang kafir, maka muslim yang lain harus menjaga perjanjian tersebut. Satu dengan yang lainnya berusaha menjaga perjanjian tersebut, barangsiapa yang mengkhianati perjanjian tersebut maka atasnya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">laknat Allah dan malaikat dan seluruh manusia. </b>Allah tidak menerima di hari kiamat darinya emas ataupun perak.” </i>(Muttafaq ‘alaih)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Para ulama menjelaskan makna jaminan dalam hadits ini adalah bila seorang kafir dijamin keamanannya oleh seorang <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">muslim</i></b>, maka haram bagi <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaum muslimin</i></b> untuk membunuhnya, merampas hartanya, menterornya, dan sejenisnya. Bahkan diwajibkan bagi kaum muslimin menjaga keamanan dan ketentramannya sesuai dengan perjanjian.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Ini merupakan bantahan terhadap aksi-aksi terror yang marak akhir akhir ini. Disebutkan dalam sebuah kisah dalam perjanjian hudaibiyah yang isinya bahwa kaum muslimin tidak boleh melaksanakan umrah pada tahun itu dan harus menyerahkan seluruh kaum musyrikin yang ditawan kembali kepada kaum musyrikin, sedangkan tawanan muslim pada kaum musyrikin tidak boleh dikembalikan. Dan seluruh sahabatpun marah dan tidak menerima perjanjian yang ada, sampai-sampai ketika Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam </i>memeritahkan untuk menyembelih hewan, tidak ada satupun dari kalangan para shahabat melakukannya. Namun merekapun tetap bersabar, sampai tiba buah hasil yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin setelah terlaksananya perjanjian tersebut dimana Rasulullah s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halallahu’alaihi wasallam </i>bisa mengembangkan sayap dakwahnya ke negri-negri, kabilah-kabilah, sehingga pada waktu itulah ‘Umar berkata : “Wahai manusia, tuduhlah otak-otak pendapatmu dalam masalah agama ini, karena sesungguhnya mengikuti wahyu adalah kemashlahatan(kebaikan) yang sangat besar.”<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Nah di sini, banyak kaum muslimin ketika melihat dalil Qur’an atau Hadits atau keduanya, jika bertentangan dengan pendapatnya maka ditolak dan menganggap tidak sesuai dengan zaman dan alasan macam-macam untuk menolak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kemutlakannya</i>. Padahal para sahabat telah membuktikan kebenaran keduanya dalam kehidupan. Dan inilah salah satu sebab penyimpangan-penyimpangan dalam agama, yaitu ingin bermudah mudah dalam beragama. Wallahi saudaraku, syariat itu mudah namun yang tidak boleh adalah bermudah-mudah, karena Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 185 :<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”<o:p></o:p></i></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Syaikh Al-Utsaimin berkata : “Semangat dalam beribadah tanpa ‘ilmu adalah hanya perasaan-perasaan saja bagaikan angin rebut.”<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Pada dasarnya, pelaku bom bunuh diri lebih mendahulukan semangat daripada ‘ilmu, sehingga tak bermanfaatlah ibadah tersebut. Semoga sisa-sisa calon pelaku bom bunuh diri (baca : pengantin) agar mau rujuk kepada sunnah yang haq ini, dan lebih mendahulukan ‘Ilmu serta bersabar dalam bersikap menanggapi gonjang-ganjing dalam agama islam dewasa ini.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Itulah sedikit-banyak tentang petasan dan hubungannya dengan aksi teror. Maka dari itu, kami mengajak untuk Syabab agar lebih banyak menuntut ‘Ilmu dari pada mendahulukan semangat yang kebanyakan Syabab kita di Indonesia lalai darinya, sehingga ikut dalam jaringan-jaringan tersebut yang lebih mendahulukan semangat dan angan-angan surga tanpa menuntut ‘Ilmu. Akibatnya mereka tidak tahu hukum dan bagaimana syariat Allah atasnya, padahal hadits-hadits diatas ada di Shahih Bukhari dan Muslim yang banyak beredar di pasaran. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal negatif di atas.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Allahulmusta’an, Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…..<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Dikutip dari : Dauroh Bersama Abu Zubair Al-Hawaariy<o:p></o:p></div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-79751214103590421412011-09-29T02:41:00.001-07:002011-09-29T02:41:57.689-07:00Sahur dan Berbuka<div style="text-align: center;">“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187)</div><b><br />
</b><br />
<b>Mengakhirkan Sahur</b><br />
<b><br />
</b><br />
Siapa yang tidak suka dengan perkara ini, hal yang dengannya kita dapat menopang tubuh kita selama berpuasa sampai kepada berbuka. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : <br />
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”¹ Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.” ² <br />
<br />
Makan sahur hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.”³ <br />
<br />
Betapa banyaknya pahala dan berkah yang Allah turunkan kepada hamba-Nya di bulan yang mulia ini, sampai-sampai makan saja di beri shalawat dan berkah. Nikmat-Nya yang mana lagi yang akan kita dustakan ? <br />
Allah Ta’ala berfirman : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar...” Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki. Maka jelaslah bahwa batas akhir waktu sahur adalah datangnya fajar yang ditandai dengan adzan subuh dan hal ini pun diperkuat oleh hadits berikut : <br />
Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”.⁴ Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.” <br />
50 atau 60 ayat jika dihubungkan dengan waktu adalah sekitar 5-10 menit. Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar shubuh.” Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”⁵<br />
<br />
Lihat apa yang telah disunnahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika selesai sahur, beliau lantas langsung memeritahkan adzan. Jadi telah kelirulah kita selama ini, ternyata imsak bukanlah tanda berakhirnya sahur, bahkan setelah imsaklah waktu yang paling afdhol untuk sahur sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Subhanallah, sungguh benar Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (QS. Al Baqarah: 185), sehingga kita harus bersyukur dan menjaga dari rusaknya kemudahan-kemudahan yang Ia hendaki.<br />
<br />
<b>Menyegerakan Berbuka </b><br />
<b><br />
</b><br />
Berakhirlah perjuangan hari ini, datanglah waktu yang ditunggu-tunggu, pahalapun siap untuk dituai, sehingga sampailah kita pada do’a yang menenangkan jiwa : “Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”⁶<br />
<br />
Dan akhirnya sunnah-pun terlaksana : “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” ⁷ <br />
<br />
Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)” ⁸ haditsnya tidak dapat menjadi sandaran (lemah/Dho’if).<br />
<br />
Semoga kita dapat selalu mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu waliyut taufiq.<br />
<br />
Dikutip dari : e-book buku Panduan Ramadhan, karya M. Abduh Tuasikal<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
¹ HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095. <br />
² Al Majmu’, 6/359.<br />
³ HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.<br />
⁴ HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097.<br />
⁵ Lihat Fathul Bari, 4/138.<br />
⁶ HR. Abu Daud no. 2357 dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum .Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.<br />
⁷ HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari Sahl bin Sa’ad.<br />
⁸ HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38) <br />
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38) <br />
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-70774260324572011852011-09-29T02:37:00.000-07:002011-09-29T02:43:36.020-07:00Orang Yang Paling Kaya<div class="MsoNormal" style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">Puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, serta sholawat dan salam kita ucapkan kepada rasulullah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihi wasallam</i>. Assalamu’alaikum warohmatullahi waarkatuh.</div></div><div class="MsoNormal"><o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><div style="text-align: left;"><br />
</div></div><div class="MsoNormal">‘Orang yang paling kaya’. Siapakah dia ? Bill Geits-kah, Hosni Mubarak atau Syekh Mansur…? Ooh mungkin David Beckham. Mengapa sih jawaban dari pertanyaan ini selalu berkutat pada artis, enterpreuner, atau atlet internasional..? jawabannya, karena ukuran kekayaan di benak kebanyakan orang adalah ‘materi’. Padahal jika ditinjau dari kaca mata syari’at Islam, kitapun berpeluang untuk menjadi orang yang paling kaya.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Lho, ko bisa..? ya bisa, karena Rasulullah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihi wasallam</i> pernah bersabda : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Kaya itu bukan diukur dari banyaknya harta,tapi kaya itu diukur dengan kaya hati.”</i>(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">radhiyallahu’anhu</i>)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Kita mengetahui manusia hanya mempunyai satu hati, namun yang dimaksud bukanlah kuantitas hati melainkan “qana’ah”. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Qana’ah adalah merasa cukup atas apa yang diberikan Allah Ta’ala, berapapun itu</b>. Kebanyakan orang melihat suatu hal pada orang lain, yaitu hanya dilihat dari luarnya saja. Namun lihat, Nabi kita <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihi wasallam </i>meninjaunya dari segi yang kebanyakan orang lalai darinya. Pedagang yang merasa cukup atas nikmatnya Rp 20.000.00 per harinya adalah lebih kaya daripada konglomerat yang merasa kurang atas penghasilannya Rp 20.000.000.00 per harinya, ini bukan lah lelucon belaka, karena Beliau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihi wasallam </i>telah bersabda :<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Beruntunglah orang yang berislam dan dikaruniai rizqi yang cukup dan Allah jadikan dia orang yang qana’ah.” </i>(HR. Imam Muslim)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Wahai saudara-saudariku yang berpendidikan, bukankah orang miskin adalah orang yang merasa kekurangan dan bukankah orang yang kaya itu adalah orang yang berkecukupan ? Gimana, bisa jadi orang kaya ?<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Barangsiapa diantara kalian yang melewati harinya dengan perasaan aman didalam rumahnya, tubuhnya sehat, dia memiliki makanan untuk hari itu. Orang yag memiliki tiga hal ini seakan-akan sudah memiliki dunia seluruhnya.”</i> (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh syaikh Al-Albani)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Inilah ukuran CUKUP menurut Nabi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihi wasallam</i>. Karena sejatinya, apakah nikmatnya memiliki uang banyak namun sakit-sakitan ? dan apakah terasa mantap jikalau uang banyak namun jadi buronan polisi ? menumpuk-nuuumpuk uang, beli kasur mewah tapi tidurnya di lapas? Tidak bermanfaatkan uangnya itu ?<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Nah semoga bisa jadi santapan yang cukup bagi hati dan jasad kita semua. Berikut kami paparkan tentang kiat-kiat agar senantiasa qana’ah :<o:p></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-indent: -.25in;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span>Kita harus meyakini bahwa rizki itu ditangan Allah Ta’ala, bukan ditangan manusia yang lemah ini. Ulama dahulu berkata : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Siapakah diantara kita yang meminta kepada Allah ketika butuh sebelum meminta kepada manusia ?“</i><o:p></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-indent: -.25in;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span>Kita harus meyakini bahwasanya apa yang kita dapat telah tercatat sebelumnya oleh Allah di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lauh Mahfudz</i>, tidak akan berkurang atau bertambah sedikitpun. Sebagaimana firman-Nya : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi, melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan persembunyiannya. Semua(tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)</i>.” (QS-Hud : 6)<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Setelah qana’ah tercapai, maka kita dapat menuai hasilnya yaitu antara lain : <o:p></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-indent: -.25in;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span>Tidak mudah tergiur dengan harta orang lain karena merasa cukup dengan apa yang ia miliki, hidupnya akan tentram sebagaimana karakter para sahabat<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> radhiyallahu’anhum</i> yang tertera dalam Al-baqarah ayat 273 : ”<i style="mso-bidi-font-style: normal;">orang lain yang tidak tahu, mengira bahwasanya mereka(sahabat) adalah orang yang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta).”</i><o:p></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></b>Qana’ah akan menempa jiwa seseorang untuk tidak mengadu tentang kesulitannya kecuali kepada Allah Ta’ala. Ingatkah kita tentang kisah nabi Ya’qub yang menangis sampai habis air matanya dan putih matanya sehingga beliau buta ketika ditinggal mati oleh orang-orang terdekatnya yaitu anaknya(Nabi Yusuf) dan Bunyamin. Akhirnya sanak saudaranya menegur : ”Kenapa engkau menangis sampai seperti itu ?”, beliau berkata : <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Saya itu hanya mengadu kesusahan dan kepedihan hanya kepada Allah”</i></b>, dan nabi Ya’kub sesungguhnya menangis karena mengadu kepada Allah, bukan kepada manusia sebagaimana terdapat pada surat Yusuf : 86.<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><o:p></o:p></i></b></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><br />
</i></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalau begitu gak perlu dong berusaha, kan sudah diatur oleh-Nya ?<o:p></o:p></i></div><div class="MsoNormal">Hal itu tidaklah dibenarkan, yang dimaksud dengan qana’ah adalah kita harus berusaha (ikhtiar) semampunya dengan mengikuti rambu-rambu syari’at, adapun hasilnya, itulah saat dimana kita mengatur hati kita untuk qana’ah. Jadi qana’ah itu datang setelah adanya usaha yang maksimal dan sesuai rambu-rambu syari’at.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal">Wallahu a’lam bishshawwab.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"> Abdullah Zaen<o:p></o:p></div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-79630770431248198732011-09-29T02:29:00.001-07:002011-09-29T02:32:27.885-07:00Balasan Suratku Untukmu<div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Kepada yang tercinta, bundaku yang ku sayang…<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Segala puji bagi Allah yang telah emuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Sholawat serta salam hamba yang lemah ini panjatkan keharibaan nabi yang mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat, amin….<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, aku terima suratmu yang engkau tulis dengan tetesan air mata dan duka. Aku telah membaca semuanya, tidak ada satu hurufpun yang aku sisakan. Tapi tahukah engkau ibu, bahwa aku membacanya semenjak sholat isya, kututup pintu kamar, aku buka surat yang engkau tuliskan untukku, dan baru aku selesaikan membacanya setelah ayam berkokok, seelah fajar telah terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan. Sebenarnyalah jika surat yang engkau tulis tersebut jika ditaruhkan kedalam batu tentu dia akan pecah, jika engkau letakkan di atas daun yang hijau tentu dia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam, tidak akan termakan oleh itik. Sebenarnyalah wahai ibu, suratmu itu bagaikan petir kemurkaan yang jika dikejutkan ke pohon yang besar, maka dia akan rebah dan terbakar. Suratmu wahai ibu bagaikan awan kaum Tsamud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku. Ibu, aku telah baca suratmu, sedangkan airmataku tidak pernah berhenti. Bagaimana tidak, jika surat itu ditulis seorang yang bukan ibu dan ditulis bukan ditujukan pula kepadaku, layaklah orang yang paling bebal untuk menangis sejadi-jadinya, bagaimana kiranya yang menulis itu adalah ibuku sendiri, adalah engkau dan surat itu ditujukan untukku sendiri, adalah aku. Sungguh, aku sering membaca kisah sedih, tidak terasa bantal yang telah dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata. Bagaimana pula dengan surat yang ibu tulis itu, bukan cerita yang ibu karang atau sebuah drama yang ibu perankan, akan tetapi dia adalah kenyataan hidup yang ibu rasakan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibuku yang kusayangi, sungguh berat cobaanmu, sungguh malang penderitaanmu, semua yang engkau telah sebutkan adalah benar adanya. Aku masih ingat pada ketika engkau ditinggalkan ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meniggalkan uang belanja, jadilah engkau mencari apa yang dapat dimasak, disekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah kekedai untuk membeli alakadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual, bahwa apa yang engkau ambil tersebut adalah hutang, hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan akan melunasinya. Ibu, aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan keringkan, tidak jarang pula engkau simpan untukku setelah sepulang sekolah sebuah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat, engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yang sedang dimasak ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, maafkanlah anakmu ini. Aku tahu bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana yang diceritakan oleh nenek, sampai engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu, hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia, kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu, selain dari itu tidak ada kebahagiaan. Semua hidupmu adalah perjuangan, semua hari-harimu adalah pengorbanan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, maafkan anakmu ini. Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang teah engkau sanjung suku dan negerinya, semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu, lupa denganmu wahai ibu. Keberadaan dia sebagai istriku telah melupakan posisi engkau sebagai ibuku. Senyuman dan sapaannya telah melupakanku dengaan himbauanmu. Ibu, aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, tidak, karena kewajibannya untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai istri. Aku berharap pada permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa namanya dan menaikkan kedurhakaanku kepadamu karenanya. Karena selama ini dimataku dia adalah istri yang baik, istri yang telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya, istri yang selalu menyuruh untuk berbuat taat dan berbakti kepada </span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">orang tua.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia telah menemukan permainan baru, seperti anak kecil mendapat boneka atau orang-orangan. Maafkan aku ibu, aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini adalah kesalahan ada padaku, anakmu ini. Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang aku alami, perubahan suasana yang telah engkau dengan aku berpisah, tidak satu atap lagi. Ibu, perkawinanku membuatku masuk ke alam dunia baru, dunia yang selama ini tidak pernah aku kenal, dunia yang hanya ada aku, istri dan anak-anakku. Bagaimana tidak? Istri yang baik, anak-anak yang lucu. Maafkan aku ibu, maafkan aku anakmu. Aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dengan keadaan orang yang penting bagiku, aku tidak peduli. Yang penting bagiku adalah keadaan mereka, anak-anak dan istriku. Ibu,maafkan aku anakmu, ampunkan aku anakmu, aku telah lalai dan telah alpa, aku telah lupa dan aku menyia-nyiakanmu. Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan unuk cinta kepada anaknya, akan tetapi anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya. Ibu, anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya, difitrahkan. Oleh sebab itu, dilarang mencintai anak secara berlebihan, sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tua. Itulah yang terjadi pada diriku wahai ibuku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Aku pasti akan gila ketika melihat anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare, tetapi itu sulit aku rasakan jika hal itu terjadi kepadamu, wahai ibuku (dan pada ayah). Ibu, sangat sulit aku merasakan perasaanmu, kalaulah bukan karena bimbingan agama yang telah engkau talkinkan kepadaku, tentu aku telah seperti anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya, kalaulah bukan pula karena baktimu kepada orang tuamu dan orang tua ayah, niscaya aku tidak akan pernah mengenal bakti kepada kedua orang tua. Setelah suratmu datang, baru aku mengerti, karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan yang berat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang kau hadapi selama ini. Sekarang baru aku mengerti wahai ibu, bahwa hari yang sulit bagi seorang ibu adalah hari dimana anak laki-lakinya telah menikah dengan seorang wanita. Wanita yang telah mendapat keberuntungan, bagaimana tidak? Dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang pribadinya dan telah matang ekonominya, dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya, dari hidup ibu itulah dia mendapatkan kematangan jiwa, dan dari uang ibu itu pulalah ia dapatkan kematangan ekonominya. Sekarang degan ikhlas ia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungan denganya, kecuali hubungan dua wanita yang saling berebut perhatian seorang laki-laki. Dia sebagai anak dari ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibuku sayang, maafkan aku, ampunkan diriku, satu tetes air matamu adalah lautan api neraka bagiku, janganlah engkau menangis lagi, jangan, janganlah engkau berduka lagi, karena duka dan tangismu akan menambah dalam jatuhku kedalam api neraka, aku takut ibu, takut. Kalau akan itu pula yang aku peroleh, kalaukan neraka pula yang aku dapatkan, izinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, demi hanya untuk menyeka air matamu. Kalau akan engkau pula murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu dengan membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkan kepadamu, lalu terserah engkau, terserah engkau, terserah engkau mau engkau perbuat apa. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Sungguh ibu, dari hati aku katakana “aku tidak mau masuk neraka”, sekalipun aku memiliki kekuasaan Fir’aun, dan kekayaan Qarun, dan keahlian Haman, niscaya aku tidak akan tukar dengan kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat. Siapa pula yang tahan dengan adzab neraka wahai bunda ?maafkan, maafkan aku anakmu wahai ibu. Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan tentang pengaduan kepada Allah subhanahuwata’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit, bahwa engkau belum lagi mau berdo’a akan kedurhakaanku, maka ampun wahai ibu. Kalaulah itu yang terjadi, do’a ibu tersampai kelangit, salah pula ucap lisanmu, apalah jadinya nanti diriku, tentu aku akan menjadi tunggul yang tumbang disambar petir, apalah gunanya kemegahan sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan? Tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar kebumi dan dahannya tidak sampai ke langit, ditengahnya dimakan kumbang pula. Kalaulah do’amu terucap atasku wahai ibunda, maka tidak ada lagi gunanya hidup, tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, dalam sepanjang sejarah anak manusia yang kubaca, maka tidak ada orang yang berbahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka tidak dapat dibayangkan bagaimana nasibnya di akhirat, tentu ia lebih sengsara. Ibu, setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealpaan, dan kelalaianku. Ibu, pastikan suratmu akan kujadikan pedoman dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu, kan ku baca ulang kembali. Tiap kali aku lengah darimu, akan ku talkinkan diriku dengannya, akan ku simpan dalam lubuk hatiku sebelum aku menyimpannya ke dalam kotak wasiatku. Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai di dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yang mustinya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Bunda, engkau berbicara tenteng tua bunda. Siapa yang tidak mengalami penuaan, wahai ibu? Burung elang yang terang di angkasa tidak pernah bermain kecuali di tempat yang tinggi, suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar dan diperebutkan oleh burung-burung kecil. Sinag, si raja hutan yang selalu memangsa jika telah tiba tua, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik atau amal buruk, yang akan dipertanggung jawabkan. Ibu, do’akan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu di masa depan dimana banyak anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya. Angkatlah kelangit munajatmu untukku agar aku peroleh kebahagiaan abadi di dunia dan akhirat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Ibu, sesampainya suratku ini insya Allah tidak akan ada lagi air mata yang jatuh karena ulah anakmu, setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu. Bahagiamu dalah bahagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, senyumanmu adalah senyumanku, tangismu adalah tangisku, aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya, dan aku berharap agar aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip, maka bahagiakanlah dirimu, buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum. Ini kami, aku, istri dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Salam hangat, dari anakmu yang durhaka<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 141.75pt;"><span style="color: blue;">Wallahu ta’ala a’lam<o:p></o:p></span></div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8366101369345988824.post-36025683692150741192011-09-11T00:16:00.000-07:002011-09-11T00:16:45.576-07:00SURATKU UNTUKMU<!--[if gte mso 9]><xml> <o:OfficeDocumentSettings> <o:RelyOnVML/> <o:AllowPNG/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--> <br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: blue; font-size: 16.0pt; line-height: 115%;">SURATKU UNTUKMU</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggkGdx45dVoofqxh5GrZEZdE1TCeffc3RAM7B0xIvauP0jL9NM271iZ2Xr03QL9WWLlkWlBVG-z0TxpZBsL5VPL22ngv4pNBYIdzxTRzCT4AfCxs4NRNSYpo0WSRkEVcrZ090PVqyG1HY/s1600/embun+pagi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggkGdx45dVoofqxh5GrZEZdE1TCeffc3RAM7B0xIvauP0jL9NM271iZ2Xr03QL9WWLlkWlBVG-z0TxpZBsL5VPL22ngv4pNBYIdzxTRzCT4AfCxs4NRNSYpo0WSRkEVcrZ090PVqyG1HY/s320/embun+pagi.jpg" width="320" /></a><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: blue;">Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…</span></i></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Untuk anakku yang aku sayangi di bumi Allah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Subhanahuwata’ala</i>, segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah Ta’ala yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya, sholawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Shalallahu’alaihi wasallam, </i>keluarga dan para sahabatnya.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Wahai <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>anakku, ini adalah surat yang penuh luka dari ibumu yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang ibu coba untuk menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu selalu meliputi. Setiap kali menulis setiap itu pula gores tulisan terhalangi oleh tangis dan setiap kali ku menitihkan air mata, setiap itu pula hatiku terluka.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, setelah usia yang panjang ini kulihat engkau telah menjadi laki-laki yang dewasa, laki-laki yang cerdas dan yang bijak. Karenanya engkau pantas membaca lembaran surat ini, sekalipun kelak engkau akan meremas-remas kertas ini lalu kau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati Ibu dan kau robek pula perasaannya.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Duhai anakku, dua puluh lima tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun yang penuh kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter mengabarkanku bahwa aku hamil, dan semua ibu mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri Ibu, sebagaimana ia adalah awal perubahan fisik dan emosi Ibu. Setelah kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan, akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku padamu, bahkan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ia tumbuh bersama berjalannya waktu. Aku mengandungmu dalam kondisi lemah diatas lemah, akan tetapi aku begitu gembira setiap kali aku merasakan terjangan kakimu atau balikan badanmu diperutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku karena semakin hari semakin bertambah berat perutku berartidengan begitu engkau sehat wal’afiyat dalam rahimku, anakku. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Sebuah penderitaan berkepanjangan yang mendatangkan fajar kebahagiaan sesudah berlalunya malam pada saat itu. Aku tidak tidur dan tidak pula dapat memejamkan mata sekejappun. Aku merasakan sakit yang tak tertahankan, rasa takut dan cemas yang tidak bisa dilukiskan dan tidak pula dapat diungkapkan dengan kata-kata. Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak lagi dapat menangis, sebanyak itu pula aku melihat kematian dihadapanku. Hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, maka bercampuraduklah air mata tangisanmu dengan air mata kebahagiaanku. Dengan itu telah sirna seluruh rasa sakit dan pendeitaan yang aku rasakan, bahkan kasihku bertambah dengan bertambah kuatnya sakitku, aku peluk cium dirimu sebelum aku teguk setetes air yang ada di kerongkonganku.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Wahai anakku, telah berlalu tahun dari usiamu, sedangkan aku membawamu dengan hatiku. Aku memandikanmu dengan kedua tanganku dan aku jadikan pangkuanku sebagai bantalmu dan dadaku sebagai makananmu, saripati hidupku kuberikan kepadamu, aku tidak tidur semalaman agar engkau bisa tidur, berletih seharian demi kebahagiaanmu. Harapanku setiap harinya, hanyalah agar aku melihat senyumanmu dan kebahagiaanku setiap waktu adalah agar engkau memintaku sesuatu yang dapat aku lakukan untukmu. Itulah </span></div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">puncak dari kebahagiaanku, dihari-hari masa kecilmu.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Sehingga berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti buan, tahun berganti tahun, selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tak pernah berhenti, menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah, mendo’akan selalu kebaikan dan taufik untukmu. Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari, hingga engkau tumbuh dewasa. Telah tegap badanmu, telah kekar pula ototmu, dan telah nampak jiwa laki-lakimu pada kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu wahai anakku. Tatkala itu, aku mulai melirik kekiri dan kekanan untuk mencarikan pendampingmu, hingga tiba waktunya. Semakin dekat hari pernikahanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu, tatkala itu hatiku serasa teriris-iris, airmataku mengalir, entah apa rasanya hati ini, suka telah bercampur dengan duka dan tengis telah bercampur pula dengan tawa.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Waktupun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah pernikahan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang menjadi pelipur duka dan kesedihanku sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam, tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan kedalam kolam yang hening dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku. Waktu bagiku kini sangatlah lama, hanya untuk melihat rupamu, detik demi detik kuhitung demi mendengar suaramu, akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu bersandar di pinggir pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu yang tak kunjung datang. Setiap kali tertuk pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu, setiap kali telepon bordering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku, setiap kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang. Namun semua itu tidak ada, penatianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping-keping, yang ada hanya keputus asaan dan yang tersisa hanyalah kesedihan dari keletihan yang selama ini kurasakan sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya…</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, Ibumu ini tidaklah meminta banyak dan ia tidaklah menagih kepadamu sesuatu yang bukan-bukan , yang ibu pinta kepadamu, jadikan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ibumu sebagai sahabat</i> dalam kehidupanmu, jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu agar bias kutatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu dan Ibu memohon kepadamu nak, janganlah engkau pasang jerat permusuhan dengan Ibumu, jaganlah kau buang wajahmu ketika Ibu hendak memadangnya. Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah Ibumu sebagai salah satu tempat persinggahanmu agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik, jangan jadikan ia epat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi atau sekiranya engkau terpaksa datang sambil menutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi…….</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, telah bungkuk pula punggungku, bergemetar tanganku karena badanku telah dimakan oleh usia dan telah digerogoti oleh berbagai penyakit, berdiri seharusnya telah dipapah, dudukpun seharusnya dibopong. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Akan tetapi cintaku padamu masih seperti dulu,</i>masih seluas lautan yang tak pernah mengering dan masih pula layaknya angin yang tak kunjung berhenti. Kiranya seorang memuliakanmu satu hari saja, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan, sedangkan Ibumu? mana balas budimu? mana balasan baikmu? Bukankah air susu dibalas dengan balas air serupa? Dan bukan sebaliknya, air susu dibalas degan air tuba? Dan bukankah Allah Ta’ala telah berfirman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“ Bukankah balasan kebaikan (tidak lain kecuali) dengan kebaikan yang serupa ? ”</i>. Sampai begitukah keras hatimu dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari serta berselangnya waktu ?</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 2.0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Wahai anakku ketahuilah, setiap kali aku mendengar engkau bahagia dalam hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku,<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> setiap kebahagiaanmu adalah kebahagiaan unukku.</i> Bagaimana tidak, karena engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkau adalah hasil dari keletihanku, engkaulah laba dari semua usahaku. Dosa apakah yang telah kuperbuat, sehingga engkau jadikan aku musuh bebuyutanmu? Apakah aku pernah salah pada suatu hari dalam bergaul denganmu? Atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu? Tidak sudikah engkau jadikan aku pembantu yang terhina dari sekian banyak pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah dan kaupun jadikan tempat tinggal untuknya dibawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Dan Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang berbuat baik, yang ibu pinta di hari-hari penghujung ini hanyalah untuk melihat wajahmu dihadapanku meskipun itu adalah wajah masam yang penuh dengan amarah, dan aku tidak menginginkan yang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 63.8pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Duhai anakku, hatiku terasa teriris dan air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat walafiyat, ibu dengar kau adalah orang yang suplle, dermawan dan berbudi. Anakku, tidakkah tiba masanya hatimu melembut terhadap wanita renta yang binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan? Berbahagiakah engkau yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>telah berhasil membuat air matanya mengalir, Berbahagiakah engkau yang telah membuat luka di hatinya dan engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu yang tepat menghujam jantungnya, serta engkaupun berhasil meutuskan tali silaturahim dengannya.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Aku tidaklah mengeluh dan mengumbar kesedihan. Aku tidak akan angkat keluhan ini kelangit, tidak akan ku keluhkan duka ini kepada Allah. Karena kalaulah itu semua terangkat ke langit dan naik ke pintunya, maka yang akan binasa adalah engkau, engkau akan tertimpa hukuman durhaka terhadap orang tua. Niscaya hukuman akan turun menimpa dirimu dan akan jatuh musibah atas negerimu yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Tidak, aku tidak akan melakukan itu, bagaimana aku melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku, bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tagannya kelangit sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku, engkau adalah kebahagiaan hidupku. Bangunlah nak, bangunlah Wahai anakku inilah sebenarnya pintu surga, maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pemaafan dan balas budi yang baik.</i> Semoga aku denganmu nanti bertemu disana dengan kasih sayang Allah Ta’ala.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, ingatlah sabda nabimu : “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Orang tua adalah pintu surga yang di tengah, sekiranya engkau menginginkan, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah.”</i> (HR. Ahmad)</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, kukenal kau dari dulunya, semenjak engkau telah beranjak dewasa bahwa engkau sangat tamak dengan pahala. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan berjamaah, engkau selalu bercerita kepadaku tentang keutamaan shaf pertama didalam sholat berjamaah, engkau selalu memukakan tentang infaq dan bersedekah. Akan tetapi satu hadits yang kau lupakan nak, satu keutamaan besar yang engkau telah lalaikan, yaitu Abdullah ibnu Mas’ud bertanya kepada Rasulullah<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> shalallahu’alaihiwasallam</i><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">: “ </b>Wahai rasulullah, amalan apa yang paling mulia ? Beliau berkata : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalatlah di awal waktu.</i> Lalu aku bertanya lagi : lalu apa ya rasulullah ? beliau berkata : <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">berbakti kepada kedua orang tua</i></b><i style="mso-bidi-font-style: normal;">.</i> Lalu aku bertanya lagi : lalu apa ya rasulullah ? beliau berkata : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jihad di jalan Allah.</i> Lalu beliau diam, sekiranya aku bertanya lagi maka beliau akan menjawabnya. ”<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> </b>(Muttafaqun Alaih).</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 177.2pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Wahai anakku, ini aku, ibumu, pahalamu, tanpa peru kau memerdekakan budak atau banyak-banyak berinfak, tanpa engkau harus banyak-banyak bersedekah, aku pahalamu nak. Pernahkah kau mendengar kisah seorang suami yang pergi meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negrinya untuk mencari tambang emas untuk menghidupkan keluarganya? Dia salami satu persatu, dia ciumi istrinya, dia salami anaknya, dia mengatakan “ayahmu wahai anak-anakku, akan pergi kenegri yang ayah sendiri tidak tahu, ayah akan mencari emas. Rumah kita yang reot ini jagalah, ibu kalian yang tua renta ini jagalah.” Lalu berangkatlah ia. Suami yang berharap untuk pergi mendapatkan emas demi untuk membesarkan anak-anaknya, untuk membangun istana dari rumah yang kumuh reotnya, namun apa yang terjadi ? setelah 30 tahun dalam perantauan, yang ia bawa hanyalah tangan hampa dan kegagalan, ia gagal dalam usahanya, lalu ia pun pulang kekampungnya. Sampailah ia kedusun yang selama ini ia tinggal, apalagi yang terjadi di tempat itu ? kiranya matanya terbelalak ketika sampai di lokasi rumahnya, ia tidak lagi melihat gubuk reot yang ditempati anak-anak dan keluarganya, akan tetapi ia telah melihat sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Ia mencari tambang emas kenegri entah berantah, namun kiranya tambang emas ada di bawah kakinya sendiri. Itulah perumpamaanmu dengan kebaikan wahai anakku. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau lupa bahwa di dekatmu terdapat pahala yang amat besar, disampingmu ada orang yang dapat menghalangimu masuk surga atau mempercepat amalmu duhai anakku. Bukankah ridhaku adalah keridhaan Allah dan bukankah murkaku adalah kemurkaan Allah juga wahai anakku ? </span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 177.2pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Aku takutkan engkau adalah orang yang dimaksud Rasulullah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shalallahu’alaihiwasallam</i> didalam haditsnya : “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Celaka seseorang-celaka seseorang !</i> sahabat bertanya : siapa ya rasulullah ? beliau berkata : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">seorang yang mendapati kedua orang tuanya, salah satu atau keduanya, akan tetapi tidak dapat membuat ia masuk surga.</i>” (HR. Muslim)</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Sadarlah wahai anakku, uban mulai tumbuh dibelakang rambutmu. Tahun demi tahun akan berlalu dan engkau akan menjadi tua renta dan balasan pasti sesuai dengan jenis perbutannya. Aku tidak ingin kelak engkau akan menulis surat dengan air matamu kepada anak-anakmu sebagaimana aku menulis surat ini kepadamu. Dan di sisi Allah akan bertemu orang-orang yang berseteru wahai anakku.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Anakku, bertakwalah kepada Allah, takutlah pada-Nya, berbaktilah pada ibumu. Hentikanlah air matanya dan hiburlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya serta kokohkan badannya yang telah lapuk, sesungguhnya surga ada dibawah kakinya. Anakku, setelah engkau membaca surat ini, maka terserah engkau. Silahkan engkau robek-robek surat ini sebagaimana engkau merobek-robek hati ini. Tapi ketahuilah, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“barangsiapa yang menanam maka dialah yang akan menuai.”</i></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><i><span style="color: blue;">Washalallahu’alannabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washohbihi wasallam, Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.</span></i></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="color: blue;">Dari ibumu yang merana yang selalu mencintaimu</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><i><span style="color: blue;">Setelah beberapa minggu, maka anaknya pun membalas surat dari ibunya ini. Mau tau bagaimana balasan sang anak ? </span></i></div><pre style="text-align: justify;"><span style="color: blue; font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Sumber : </span></pre><pre style="text-align: justify;"><span style="color: blue; font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"> </span></pre><pre style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol;"><span style="mso-list: Ignore;">·<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: blue; font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">kitab Qishash Muatstsirah fii Birru wa 'Uquuqu Al-Waalidain dan telah diterjemahkan dengan judul Andai Kau Tahu Wahai Anakkku, diterbitkan oleh </span><a href="http://promo.at-tibyan.com/" target="_self"><span style="color: blue; font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Pustaka At-Tibyan</span></a><span style="color: blue; font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">.</span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"></span></pre><div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;"><span style="color: blue; font-family: Symbol; mso-bidi-font-family: Symbol; mso-fareast-font-family: Symbol;"><span style="mso-list: Ignore;">·<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: blue;">Kajian intensif bersama Ustadz Armen Halim Naro yang berjudul Curahan Hati Sang Ibu Untuk Anaknya.</span></div>Ibnu Haddad Al-Mughjiyahhttp://www.blogger.com/profile/16572059477295680722noreply@blogger.com0